REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Kepala Komisi Penasehat untuk Rakhine, Kofi Annan, mengutarakan keprihatinannya atas laporan pelanggaran HAM di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Ia mendesak Pemerintah Myanmar untuk membuka akses bantuan kemanusiaan ke wilayah konflik.
"Operasi keamanan tidak harus menghalangi akses kemanusiaan ke penduduk. Saya telah memberikan jaminan akses bantuan kemanusiaan dan semua masyarakat akan menerima bantuan yang mereka butuhkan," jelas mantan Sekretaris Jenderal PBB iitu seperti dikutip The New York Post.
Annan yang melakukan konferensi pers di akhir kunjungannya di Rakhine, Selasa (6/12), mengatakan ia melakukan perjalanan ke Rakhine utara dan sempat tinggal selama sepekan.
Ia mendengar cerita langsung dari sejumlah aktivis mengenai pemerkosaan, pembakaran, dan pembunuhan yang dilakukan tentara Myanmar kepada Muslim Rohingya sejak 9 Oktober lalu.
"Saya menekankan dalam semua pertemuan, di manapun operasi keamanan dilakukan, warga sipil harus tetap dilindungi. Saya mendorong pasukan keamanan untuk bertindak secara penuh sesuai dengan aturan hukum," kata Annan.
Sejumlah kelompok HAM melaporkan, ada beberapa desa di daerah tersebut yang diisolasi oleh militer. Organisasi kemanusiaan yang hendak memberikan bantuan pangan dan bantuan lainnya, telah ditolak untuk memasukinya.
Annan mengatakan, kekerasan di Rakhine harus diselesaikan dengan melakukan pendekatan. Namun, sejumlah analis mengatakan kecaman internasional kepada Pemerintah Myanmar membuat kinerja komisi menjadi kurang terlihat.
Baca juga, Rakhine Tegang, Kekerasan Terhadap Muslim Rohingya Meningkat.
Komisi yang dipimpin Annan inidibentuk atas izin Pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, sebelum kekerasan meningkat di Rakhine. Komisi diharapkan dapat membuat rekomendasi kepada Pemerintah Myanmar pada akhir 2017 untuk mengurangi perselisihan etnis di Rakhine.