Rabu 07 Dec 2016 18:58 WIB

Myanmar Mulai Larang Warganya Jadi Pekerja di Malaysia

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Winda Destiana Putri
Rohingya
Foto: AsiaNews
Rohingya

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW - Pemerintah Myanmar berhenti mengeluarkan izin bagi warganya yang ingin bekerja di Malaysia. Pelarangan itu muncul akibat adanya ketegangan di antara kedua negara tetangga tersebut terkait kasus kekerasan yang menimpa Muslim Rohingya.

"Myanmar telah menghentikan sementara pengiriman tenaga kerja ke Malaysia sejak 6 Desember 2016, karena situasi di Malaysia saat ini," ujar seorang pejabat Pemerintahan Malaysia, dilaporkan oleh Strait News. Malaysia telah menjadi tuan rumah bagi puluhan ribu tenaga migran Myanmar. Sebagian besar menjadi pekerja bergaji rendah di pabrik-pabrik makanan dan industri perhotelan.

Pemerintah Malaysia mencatat sebanyak 56 ribu warga Rohingya tiba di Malaysia dalam beberapa tahun terakhir. Mereka melakukan perjalanan berbahaya dengan perahu untuk melarikan diri dari kemiskinan dan diskriminasi di Rakhine.

Kali ini Malaysia turut memprotes tindakan keras militer Myanmar di Rakhine, yang mendorong 20 ribu Muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh. Pengungsi yang selamat dari kekerasan mengatakan, mereka dihadapi dengan penyiksaan, pemerkosaan, dan pembunuhan.

Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Najib Razak, ikut mengecam pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, yang diduga melakukan genosida. Razak turut melakukan unjuk rasa bersama ribuan rakyat Malaysia di Kuala Lumpur, Ahad (4/12). "Kami ingin memberitahu Aung San Suu Kyi, sudah cukup. Kita harus membela Muslim dan Islam. Dunia tidak bisa duduk dan menonton genosida terjadi," kata Najib.

Sebagai salah satu negara Muslim terbesar di dunia, Malaysia mengutuk diskriminasi Rohingya. Malaysia juga menyerukan peninjauan keanggotaan Myanmar di regional ASEAN.

Kepala Komisi Penasihat Rakhine, Kofi Annan, mengatakan masalah di Rakhine dapat secepatnya ditangani. Ia melakukan konferensi pers di Yangon pada akhir kunjungannya di Myanmar. "Saya pikir itu dapat diatasi. Ada kemungkinan kita mengetahui apa yang sedang terjadi," kata Annan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement