Kamis 08 Dec 2016 13:11 WIB

Afghanistan Khawatirkan Hubungan Rusia-Taliban yang Makin Erat

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Pasukan Taliban
Foto: VOA
Pasukan Taliban

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Para pejabat Afghanistan mengaku khawatir atas hubungan Rusia dan Taliban yang diduga semakin erat. Mereka mengatakan hal ini dapat semakin mempersulit situasi keamanan yang tidak stabil di negara itu.

Sebelumnya, Rusia disebut melakukan pertemuan dengan Taliban dan membicarakan banyak hal. Diperkirakan salah satunya adalah dukungan bagi kelompok tersebut untuk menggulingkan Pemerintah Afghanistan.

Kekhawatiran juga datang dari sejumlah pejabat Amerika Serikat (AS). Meski sebelumnya dikatakan Rusia mendukung taliban hanya dalam langkah-langkah politik, namun bukan tidak mungkin termasuk memasok persenjataan dan pendanaan kelompok miitan tersebut.

Seorang pejabat senior keamanan Afghanistan juga mengatakan melalui komandan militer AS John Nicholson dukungan Rusia kepada Taliban adalah sebuah sesuatu yang baru dan berbahaya. Termasuk dalam negara-negara yang mendukung kelompok oposisi tersebut adaah Iran dan Pakistan. 

Namun, Rusia membantah telah memberi dukungan kepada Taliban. Serangkaian pertemuan yang dilakukan di Moskow disebut ditujukan untuk perundingan perdamaian di Afghanistan.

"Kami berulang kali mengatakan Rusia tidak melakukan pembicaraan rahasia dengan Taliban dan tidak memberi segala bentuk dukungan," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova, Rabu (7/12).

Ia menjelaskan Rusia mendukung perdamaian di Afghanistan. Hal itu menurutnya dapat dicapai dengan negosiasi Taliban, dan semua oposisi terhadap pemerintah di negara itu.

Kedutaan Besar Rusia di Ibu Kota Kabul juga dijadwalkan menggelar konferensi pers untuk membahas hubungan negara itu dan Afghanistan, Kamis (8/12). Hal itu diadakan di tengah laporan penyelidikan mengenai hubungan Rusia dan Taliban dilakukan secara mendalam.

Sebelumnya, para pemimpin Taliban mengatakan kelompok itu memang memiliki komunikasi secara signifikan dengan Rusia sejak 2007. Namun, keterlibatan negara itu disebut tidak melampaui dukungan moral dan politik.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement