REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah Indonesia memenangkan perkara Arbitrase Internasional di International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) atas gugatan senilai 1,31 miliar dolar AS dari Churchill Mining Plc, sebuah perusahaan Inggris dan Planet Mining Pty Ltd, sebuah perusahaan Australia.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengatakan, Majelis Tribunal ICSID pada Selasa (6/12), telah menerbitkan putusan (award) yang dengan tegas menolak semua gugatan yang disampaikan oleh Churchill dan Planet. "Dengan dasar penolakan bahwa izin pertambangan dan beberapa perizinan yang mereka miliki adalah palsu atau dipalsukan dan tidak pernah memperoleh otorisasi dari Kantor Pemerintah Daerah Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur," ujar Menkum HAM dalam keterangan persnya, Kamis (8/12).
Menurut Yasonna, Majelis Tribunal ICSID juga menjatuhkan putusan kepada Churchill dan Planet untuk membayar biaya berperkara yang telah dikeluarkan Pemerintah RI sebesar 8.646.528 dolar AS dan sejumlah biaya untuk administrasi ICSID sebesar 800.000 dolar AS.
Churchill dan Planet mengajukan gugatan arbitrase pada tahun 2012. Para Penggugat mendaftarkan gugatannya ke forum arbitrase internasional ICSID dengan Nomor Perkara ARB/12/14 dan 12/40 yang didaftarkan oleh Para Penggugat pada tanggal 22 Juni 2012 dan 26 Desember 2012 ke forum ICSID berdasarkan perjanjian investasi bilateral/bilateral investment treaty (BIT) RI – UK dan RI – Australia
Menkum HAM mengungkapkan, putusan Majelis Tribunal ICSID ini muncul setelah tujuh hari proses sidang pemeriksaan keabsahan dokumen (hearing on document authenticity) yang dilaksanakan di Singapura pada Agustus 2015. Pemerintah Indonesia telah menyampaikan bukti dan argumen yang kuat sehingga meyakinkan Majelis Tribunal ICSID bahwa izin pertambangan yang menjadi dasar klaim investasi Churchill dan Planet adalah palsu/dipalsukan.
Dalam proses arbitrase ini Pemerintah Indonesia diwakili oleh Menteri Hukum dan HAM selaku koordinator penerima Kuasa Khusus Presiden RI. Menurut Menkum HAM, Putusan Majelis Tribunal ICSID ini membuktikan dugaan kuat dan pembelaan panjang yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam mempertahankan argumen dan posisinya untuk membuktikan bahwa izin pertambangan yang yang dimiliki Churchill dan Planet adalah palsu atau dipalsukan.
Hal ini, kata dia, juga memperkuat kebenaran tindakan Pemerintah Kutai Timur pada Tahun 2010 yang telah memutuskan pembatalan atas izin pertambangan kedua perusahaan tersebut sebagaimana dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara.
"Kemenangan ini merupakan hasil yang sangat baik atas upaya gigih dan tidak kenal lelah Pemerintah Indonesia selama kurang lebih lima tahun sejak kasus ini bermula," ungkap Menkum HAM.
Ia menambahkan, kemenangan ini juga merupakan capaian penting dan bersejarah mengingat untuk pertama kalinya Pemerintah Indonesia memenangkan perkara di forum Arbitrase Internasional secara mutlak dan berhasil mendapatkan kompensasi.
"Upaya ini tidak mudah dan banyak tantangan yang dihadapi baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Namun atas keyakinan yang kuat, Pemerintah Indonesia berhasil melewatinya dengan hasil yang maksimal dan sesuai harapan," tuturnya.
Menurut dia, hasil yang dicapai dari arbitrase ini akan menjadi sinyal yang kuat bagi para investor tidak beritikad baik untuk tidak “main-main” dengan kesungguhan Pemerintah Indonesia untuk menghentikan upaya mereka mencari “keuntungan” dengan cara yang melawan hukum di Indonesia. "Di samping itu sekaligus sebagai sinyal positif akan keseriusan Pemerintah Indonesia dalam melindungi investor asing yang baik dan terus menjaga iklim investasi yang sehat di Indonesia," tegas Menkum HAM.