REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Duta Besar Myanmar untuk Indonesia, Aung Htoo mengatakan verifikasi status kewarganegaraan etnis Rohingya di negara bagian Rakhine merupakan langkah konkrit yang dilakukan pemerintah untuk mengakhiri problem berkepanjangan di wilayah tersebut. Pemerintah Myanmar memverifikasi status etnis Rohingya sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
"Ya, itulah mengapa kami perlu memverifikasi status kewarganegaraan mereka. Jika mereka bisa membuktikan, kami akan memperlakukan mereka sesuai hukum yang berlaku di negara kami," kata Aung dijumpai di sela Bali Democracy Forum (BDF) IX di Nusa Dua, Jumat (9/12).
Etnis Rohingya perlu membuktikan bahwa nenek moyang mereka telah tinggal di Myanmar sebelum 1823. Ini nerdasarkan aturan dalam undang-undang 1982. Dengan demikian, kata Aung mereka bisa diakui sebagai warga negara Myanmar.
"Sejak pemerintahan baru dipimpin Ibu Suu Kyi, pemerintah sangat serius mengembangkan negara ini ke arah yang lebih baik. Rakhine juga perlu dikembangkan secara sosial juga ekonomi," kata Aung.
Suu Kyi juga berupaya menemukan solusi jangka panjang untuk memulihkan stabilitas di Rakhine. Salah satu caranya adalah menunjuk komisi penasehat untuk Rakhine dipimpin mantan Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Anan.
Kondisinya saat ini, kata Aung Rakhine tak hanya dihuni warga Muslim yang berstatus warga negara Myanmar, melainkan juga Muslim yang menyeberang dari perbatasan di mana identitas kewarganegaraannya tidak jelas. Muslim Kamen misalnya diberikan status kewarganegaraan karena mereka dapat membuktikan bahwa mereka sudah tinggal di sana sejak era Mongolia. Ada tiga tipe kewarganegaraan yang diakui di Myanmar, yaitu warga negara asli, warga negara asosiasi, dan warga negara naturalisasi.