REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Barack Obama memerintahkan intelijen AS untuk melakukan investigasi atas bukti campur tangan Rusia dalam pemilu Presiden AS, 8 November lalu. Perintah dikeluarkan setelah Pemerintah AS mendapat tekanan dari Kongres Demokrat.
Perintah ini akan menjadi salah satu instruksi terakhir Obama untuk badan intelijen AS, yang hasilnya akan dilaporkan kepada Presiden AS terpilih, Donald Trump. Kongres Demokrat meyakini para peretas Rusia masih menjadikan Komite Nasional Demokrat sebagai target.
Direktur Kontraterorisme Gedung Putih, Lisa Monaco, mengumumkan akan ada penyelidikan lengkap terkait peretasan. Sementara Wakil Sekretaris Pers Gedung Putih, Eric Schultz, membantah investigasi itu merupakan upaya menantang hasil pemilu. "Kami telah mengakui pemenangan pemilu. Obama hanya akan memastikan kelancaran transisi kekuasaan," kata Eric, Jumat (9/12) seperti dikutip The Guardian.
Menurutnya, ada gangguan peretas dalam kampanye Obama dan John McCain pada 2008 lalu yang dikaitkan dengan Cina. Namun tidak ada insiden penting dalam pemilu 2012.
Sementara pada pemilu 2016, Pemerintah AS tidak mendeteksi adanya peningkatan aktivitas dunia maya. Tetapi FBI mencurigai aksi-aksi tertentu yang diduga diprakarsai Pemerintah Rusia.
"Aktivitas dunia maya sangat berbahaya, khususnya terkait dengan pemilu kami. Ini tidak memiliki tempat dalam masyarakat internasional. Sayangnya aktivitas ini bukan hal yang baru bagi Moskow. Kami telah melihat mereka melakukan hal ini selama bertahun-tahun. Presiden telah menegaskan kepada Presiden Putin bahwa ini tidak dapat diterima," jelasnya.
Baca juga, Donald Trump Menangkan Pilpres AS.