REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama memerintahkan penyelidikan terkait dugaan adanya kemungkinan serangan cyber dalam pemilu di negara itu. Rusia adalah pihak yang dicurigai melakukan peretasan untuk memenangkan salah satu kandidat.
Peretasan diyakini menargetkan calon presiden AS dari Partai Demokrat Hillary Clinton. Oktober lalu, sejumlah pejabat di negara itu meyakini Rusia ikut campur dalam pemilu yang digelar di Negeri Paman Sam pada 8 November, dikutip dari BBC.
Dari hasil pemilu, dinyatakan kandidat dari Partai Republik Donald Trump sebagai pemenang. Ia terpilih menjadi presiden ke-45 AS setelah mendapatkan lebih dari 270 suara electoral votes yang dibutuhkan untuk melangkah ke Gedung Putih.
Laporan intelijen AS, CIA, Rusia turun tangan untuk membantu kemenangan miliarder tersebut. Namun, hingga saat ini belum ada bukti kuat bahwa pemilu di negara itu telah dicurangi.
Trump membantah tuduhan adanya peretasan dilakukan dalam pemilu yang memenangkan dirinya. Ia yang dilantik pada Januari mendatang mengatakan hal itu memiliki unsur politis.
"Saya tidak percaya Rusia sudah ikut campur, ini hanya dilakukan dengan unsur politik," ujar Trump dalam wawancara dengan Time Magazine beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Rusia juga menyatakan bahwa negara itu tidak melakukan intervensi apapun. Tidak ada //hacking// atau peretasan untuk membantu kecurangan terjadi dalam pemilu AS.