Senin 12 Dec 2016 02:22 WIB

Katedral Koptik Mesir Diguncang Bom, Vladimir Putin Terkejut

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Teguh Firmansyah
Dampak akibat bom di Gereja St Petrus, Mesir.
Foto: Reuters
Dampak akibat bom di Gereja St Petrus, Mesir.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW — Presiden Rusia Vladimir Putin mengutuk keras serangan bom yang terjadi di dekat Katedral Kristen Koptik di Distrik Abbasiyah, Kairo, Mesir, Ahad (11/12). Pemimpin Negeri Tsar itu pun menyampaikan rasa duka yang mendalam atas insiden maut yang menewaskan sedikitnya 25 orang tersebut.

Kantor berita berbahasa Rusia, Sputnik melaporkan, Putin mengaku terkejut dan syok begitu mendengar kabar tentang ledakan bom menyasar gereja Kristen Ortodoks di Mesir itu, kemarin. Dia pun merasa sangat prihatin saat mengetahui banyaknya perempuan dan anak-anak yang menjadi korban dalam peristiwa tersebut.

“Pada kesempatan ini, saya kembali menegaskan komitmen Rusia untuk membantu Mesir dalam memerangi terorisme,” ucap Putin. Kristen Koptik termasuk salah satu agama yang dianut penduduk Rusia.

Insiden bom yang terjadi di komplesk Katedral St Markus Kairo, Mesir, Ahad (11/12), menewaskan sedikitnya 25 orang. Selain menelan korban jiwa, Kementerian Kesehatan Mesir melaporkan bahwa peristiwa itu juga menyebabkan 49 orang mengalami luka-luka.

Selepas serangan itu, Presiden Mesir Abdul-Fattah al-Sisi menetapkan negaranya berada dalam situasi berkabung nasional selama tiga hari ke depan.

Baca juga,  Gereja di Kompleks Katedral Koptil Mesir Dibom, 25 Orang Tewas.

Pakar studi budaya dan media dari Program Pascasarjana Institut Doha di Qatar, Mohamad Elmasry berpendapat, sejumlah insiden bom yang terjadi di Mesir selama beberapa waktu belakangan ini sebenarnya bukan sesuatu hal yang aneh lagi.

Menurut dia, sejak militer Mesir melakukan kudeta terhadap Presiden Muhamad Mursi tiga tahun lalu, kekerasan yang terjadi di negara itu hampir menjadi bahan konsumsi rutin berbagai media internasional setiap tahun.

“Pemerintah Mesir (di bawah kepemimpinan Abdel Fattah al-Sisi) sendiri telah melakukan pelanggaran HAM berat yang belum pernah terjadi sebelumnya, termasuk kasus pembunuhan massal terhadap para anggota oposisi politik yang moderat,” ujar Elmasry, seperti dikutip laman Aljazirah, Ahad (11/12).

Dia menuturkan, kudeta militer yang dipimpin al-Sisi untuk menggulingkan Mursi, beberapa tahun lalu, telah menyebabkan kasus kekerasan di Mesir mengalami peningkatan secara dramatis, khususnya di wilayah Sinai. Padahal, Mursi sendiri terpilih menjadi presiden melalui proses pemilihan umum yang demokratis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement