REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Melbourne secara rutin dinobatkan sebagai kota yang paling layak huni di dunia, tetapi beberapa perempuan yang hidup di kota ini menjalaninya dengan perasaan takut. Carly (16 tahun) adalah salah satu dari ratusan orang yang telah memetakan pengalaman Melbourne mereka sebagai bagian dari proyek penggalangan dana online yang bernama Free To Be.
Alat pemetaan digital itu memungkinkan para pengguna untuk menandai tempat di sekitar pusat dan pinggiran kota Melbourne dan sekitarnya, tempat di mana mereka merasa aman atau tidak aman dan meninggalkan komentar.
Carly telah memasang penanda dengan wajah sedih di jalan Church Street, di Richmond. "Saya melihat seorang pria dengan sekelompok teman-temannya berjalan melewati saya dan ia menyentuh pantat saya dan saya memintanya untuk tak melakukannya," ujarnya.
"Dan saya bilang, 'Bagaimana rasanya menjadi seorang paedofil? Saya umur 16 tahun.' Lalu ia menyalahkan saya karena saya terlihat lebih tua dari umur saya," ujar Carly.
Perempuan muda ini mengatakan, setelah kejadian itu, ia menghindari area tersebut dan mempertanyakan perilakunya sendiri. "Saya merasa agak bersalah, seperti itu adalah kesalahan saya karena saya suka memakai make-up dan itu membuat saya terlihat lebih tua," ujarnya.
"Anda seperti bertanya-tanya, apa yang telah saya lakukan? Apa yang bisa saya ubah? Jika saya memakai sesuatu yang berbeda lain kali, jika saya melakukan sesuatu yang berbeda terhadap wajah saya, akankah hal itu tak terjadi?" kata Carly.
Proyek, yang dibuat oleh lembaga amal yang bergerak di bidang anak-anak yakni ‘Plan International, ini dirancang untuk membuat kota kembali aman bagi perempuan muda dengan mengidentifikasi daerah yang mereka rasa tidak aman, dan melaporkan kembali informasi itu ke dewan kota, operator angkutan umum dan polisi.
Wakil CEO Plan International Australia, Susanne Legena, mengatakan, hal itu terungkap dari hasil penelitian yang dilakukan oleh pihaknya pada awal tahun ini.
"Itu menunjukkan satu dari tiga perempuan muda berusia 15-19 tahun tak merasa aman berjalan di kota setelah gelap, dan satu dari empat perempuan muda tak merasa mereka bisa menumpang transportasi umum sendirian setelah gelap," kata Susanne.
"Dan kami menemukan, hasil itu benar-benar mengejutkan karena kami melakukan penelitian di seluruh dunia terhadap perempuan muda yang bekerja dengan kami dan beberapa hasilnya menunjukkan, perempuan muda di Australia merasa lebih tidak aman daripada rekan-rekan mereka di tempat-tempat seperti Pakistan, Kairo, Delhi, Nikaragua," ujarnya.
Pengguna lain dari program peta itu, yakni mahasiswa berusia 20 tahun Sherry-Rose Watts, mengatakan, biasanya ia menghindari pergi ke kota di malam hari.
"Ada begitu banyak hal kecil, hal-hal yang sangat kecil. Ada daerah yang tak memiliki penerangan bagus, ada kemungkinan dilecehkan. Ini hanya contoh kecil yang membuat Anda merasa seolah-olah, oke, mungkin ini bukan tempat saya dan saya tak seharusnya berada di sini," ujarnya.
Sherry mengatakan, sungguh mengecewakan ada begitu banyak perempuan muda yang merasa tidak aman di malam hari di kota seperti Melbourne. "Ini benar-benar menyedihkan karena itu berarti kami tak memiliki akses terhadap ruang yang sama yang dimiliki para pria untuk hidup dan bekerja dan bersosialisasi bersama, dan itu tak boleh terjadi di tahun 2016," sesalnya.
Ia mengutarakan, "Maksud saya, kita sudah membuat banyak kemajuan tetapi masih ada begitu banyak pekerjaan yang harus dilakukan karena sama sekali tak ada alasan mengapa seorang perempuan muda, yang hanya mencoba untuk pergi dari tempat A ke B, menjalani harinya, harus diganggu.”
"Itu tak perlu, itu menyedihkan," imbuhnya.
Peta ini akan terbuka bagi perempuan muda untuk berkontribusi hingga 12 Desember dan Susanne mengatakan, jika program ini berhasil, maka jangkauannya bisa diperluas. "Kami benar-benar ingin menggunakannya untuk membuat beberapa perubahan, membuatnya sebagai tempat yang lebih baik bagi perempuan muda untuk berpartisipasi," sebut Susanne.
"Dan idealnya kami ingin bisa mereplikasi ini di kota-kota lain di seluruh Australia karena kami pikir masalah ini dari penelitian kami bukan hanya masalah Melbourne, itu adalah masalah yang terjadi di seluruh Australia," jelasnya.