REPUBLIKA.CO.ID, PALMYRA -- Lembaga Pengawas HAM untuk Suriah atau Syrian Observatory for Human Rights melaporkan adanya serangan senjata kimia di wilayah dekat Kota Palmyra yang dikuasai ISIS, pada Senin (12/12). Wilayah tersebut tengah menghadapi pemboman berat yang telah menewaskan 53 orang termasuk 28 anak-anak.
Syrian Observatory for Human Rights mengatakan ada kasus sesak napas akibat serangan senjata kimia. Sejumlah korban juga diduga tewas akibat menghirup gas beracun, karena ditemukan tanpa menderita cedera serius.
Informasi didapatkan dari sumber-sumber lokal di dekat lokasi serangan di Kota Uqairabat, Provinsi Hama timur, yang terletak di barat laut Kota Palmyra. Namun, Syrian Observatory for Human Rights belum dapat memastikan siapa yang bertanggung jawab atas serangan kimia itu.
Media Amaq melaporkan, sebanyak 20 orang tewas dan 200 lainnya mengalami masalah pernapasan. Diduga kuat gas beracun berasal dari serangan udara Rusia yang menggunakan gas sarin. Militer Suriah dan Rusia membantah telah menggunakan senjata kimia. Penyelidik PBB mengungkapkan, gas sarin terakhir kali dipakai oleh pemberontak Ghouta pinggiran ibukota Damaskus pada 2013.
Penyelidikan PBB tahun ini juga menemukan bahwa militer Suriah telah menggunakan klorin dalam serangan mereka terhadap pemberontak. Damaskus menyatakan, kesimpulan penyelidikan merupakan hasil yang salah.
Pada Ahad (11/12), militan ISIS merebut kembali Palmyra, meski Rusia melakukan puluhan serangan udara. ISIS terusir dari Palmyra pada Maret lalu.