REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat internasional Universitas Padjajaran Teuku Rezasyah menilai pertemuan ASEAN yang direncanakan Myanmar adalah langkah bagus. Menurutnya, Myanmar juga melakukannya dengan cara elegan.
"Ini langkah bagus, Myanmar mulai membuka diri," kata Teuku pada Republika.co.id, Selasa (13/12).
Selama ini Myanmar menolak urusan Rohingya jadi masalah internasional. Namun atas desakan global, Myanmar mulai berpikir untuk mengambil langkah terbuka bahwa masalah ini jadi sorotan dunia.
Teuku menilai Myanmar mulai melakukan hal yang benar karena sikap terutup dalam jangka panjang hanya akan menghasilkan hasil tidak bagus. Rohingya juga bisa jadi titik lemah pembangunan negara.
Teuku mengatakan dengan memanggil ASEAN, Myanmar ingin bekerja berdasarkan prinsip ASEAN. Dengan hasil bertahap, tidak ada tekanan waktu, dan akan jadi tanggung jawab bersama. "Cara mereka elegan, dengan tidak membuat malu negara lain," katanya.
Teuku mengatakan Indonesia sebagai pihak penting dan terdepan harus konsisten dengan ide-ide dan formula solutif. Seperti bagaimana menjadikan Rohingya berkembang dan beradab. "Indonesia harus datang dengan ide, salah satunya dalam akar masalah kewarganegaraan," kata Teuku.
Indonesia bisa berbagi dengan Myanmar bagaimana mengatasi keragaman etnis dan budaya. Indonesia adalah contoh yang baik dalam masalah perbedaan.
Teuku menilai ASEAN juga harus berbagi tenaga untuk membangun Rohingya, baik dari segi potensi sumber daya manusia maupun wilayah. Mereka harus terintegrasi dengan masyarakat sekitar dalam jangka panjang. Agar masalah ini tidak terulang.
"Akar masalahnya jadi tanggung jawab ASEAN juga," kata Teuku.
Ia berharap dialog ini tidak hanya sekedar dialog, tapi juga ada kunjungan wilayah yang jadi titik fokus. Teuku juga berharap ini bukan forum caci maki. Ia yakin ASEAN sudah matang dan ingin menyelesaikan masalah dengan bermartabat.