REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri, Dubes Hasan Kleib mengatakan, krisis yang menimpa Muslim Rohingya di Rakhine, Myanmar semakin menyayat hati nurani.
Krisis di Rakhine terjadi dengan dimulainya serangan Rohingya Solidarity Organisation (RSO) terhadap tiga pos polisi di Myanmar yang menewaskan sembilan orang.
"Namun reaksi yang dilakukan militer Myanmar kepada suku Rohingya sudah terlalu berlebihan. Mereka tak hanya mengincar RSO tapi malah menyerang semua suku Rohingya yang tak bersalah akibatnya semua warga di Rakhine mengalami tragedi kemanusiaan," katanya di Jakarta, Rabu, (14/12).
Pemerintah Myanmar saat ini dituding melakukan genosida terhadap etnis Rohingya. Meski sesungguhnya perlu ada investigasi terlebih dulu untuk menyebut sebuah negara melakukan hal itu.
"Berbagai laporan yang terjadi di Rakhine nampaknya membuat hati kita tersayat. Selama ini kita berjuang habis-habisan untuk Palestina, sudah saatnya kita membantu suku Rohingya yang mengalami tragedi kemanusiaan di depan mata," ujar Hasan.
Suku Rohingya ini tak diakui kewarganegaaran. Sebagai negara Indonesia tak bisa menutup mata terhadap tragedi yang terus berlanjut di Rakhine.
Baca juga, Citra Satelit: Ratusan Bangunan Muslim Rohingya Dibakar.
ASEAN, kata ia, memang tak boleh melakukan intervensi terhadap masalah dalam negeri. Dengan tameng kedaulatan, Myanmar meminta negara ASEAN lain tak ikut campur dalam krisis kemanusiaan Rohingya di Myanmar.
"Namun apa yang terjadi terhadap suku Rohingya merupakan pelanggaran HAM. Masak diam saja, makanya kami melakukan berbagai upaya diplomasi untuk meminta Pemerintah Myanmar menghentikan kekerasan di Rakhine," ujarnya.
Menurut Hasan, kedaulatan negara akan pudar jika kedaulatan individual tidak ada dan tak dilindungi. Kedaulatan negara akan pudar jika negara tak bisa melindungi HAM rakyatnya.