REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuding militan Kurdi berada di balik serangan bom mobil yang terjadi di Kota Kayseri pada Sabtu (17/12). Serangan itu telah menewaskan sedikitnya 14 tentara dan melukai 55 lainnya yang saat itu tengah berada di dalam bus.
Ledakan bom yang terjadi di dekat sebuah kampus Erciyes University itu terjadi satu pekan setelah pemboman mematikan menargetkan petugas kepolisian di Istanbul. Insiden itu memicu kemarahan publik. Diduga ISIS dan Kurdi menjadi otak beberapa serangan karena kegagalan kudeta terhadap Pemerintah Turki pada Juli lalu.
Serangan demi serangan yang terjadi di Turki juga meningkatkan ketegangan dengan Partai Pekerja Kurdi (PKK). PKK telah melancarkan pemberontakan dengan kekerasan di Turki selama tiga dekade terakhir. "Gaya serangan itu secara jelas menunjukkan tujuan organisasi teroris separatis untuk mengacaukan Turki, menghancurkan kekuatan Turki, dan membuat Turki memokuskan pasukannya di luar wilayah negara," ujar Erdogan.
Organisasi teroris separatis yang disebut Erdogan mengacu kepada PKK. PKK yang menginginkan otonomi bagi minoritas Kurdi, dianggap sebagai kelompok teroris oleh Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan Turki.
Turki yang merupakan anggota NATO dan bagian dari koalisi AS dalam memerangi ISIS, mengecam dukungan Washington terhadap militan Kurdi Suriah yang ikut melawan ISIS. Ankara menganggap militan Kurdi Suriah yang didukung Washington, berafiliasi dengan PKK. Turki khawatir keberhasilan Kurdi di Suriah dan Irak akan mengobarkan pemberontakan di dalam negara.
Erdogan mengumumkan, sebelumnya korban tewas berjumlah 13 orang. Satu korban lainnya meninggal dunia di rumah sakit dan empat dari 55 korban luka kini dalam kondisi yang sangat kritis. Seluruh korban adalah tentara Turki berpangkat prajurit dan kopral yang sedang bebas tugas. Bus yang mereka tumpangi sedang berhenti di lampu merah dekat Erciyes University kemudian sebuah mobil asing tiba-tiba mendekati dan meledakkan diri.