Selasa 20 Dec 2016 19:06 WIB

Menlu Retno Bersama Menteri Bangladesh Kunjungi Kamp Rohingya

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Anak-anak pengungsi Rohingya mengikuti pelajaran di sekolah kamp pengungsi Kutupalang di Cox Bazar, Bangladesh.
Foto: Reuters
Anak-anak pengungsi Rohingya mengikuti pelajaran di sekolah kamp pengungsi Kutupalang di Cox Bazar, Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Menteri Luar Negeri Bangladesh AH Mahmood Ali mendampingi Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengunjungi kamp pengungsi Rohingya di perbatasan Bangladesh dengan Myanmar. Mereka melakukan tur ke kamp pengungsi Kutupalong di Ukhiya, Cox, Distrik Bazar, pada Selasa (20/12) pagi.

Kunjungan para menteri ke kamp pengungsi ini juga dihadiri oleh Menteri Negara Urusan Luar Negeri Bangladesh Shahriar Alam, Sekretaris Luar Negeri Bangladesh Shahidul Haque, Cox Bazar 4 konstituen MP Abdur Rahman Bodi, DC Md Ali Hossain, Polisi Shyamol Kanti Nath, dan perwakilan dari organisasi internasional.

Para menteri mengunjungi sejumlah blok di kamp pengungsian tersebut. Mereka juga berdialog dengan beberapa orang dari ribuan etnis Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan di Negara Bagian Rakhine Myanmar.

Dhaka Tribune melaporkan, eksodus massal dari Myanmar ke Bangladesh mungkin telah menyelamatkan warga Rohingya dari penganiayaan di Rakhine. Tetapi kondisi hidup mereka di perbatasan masih jauh dari layak.

Meski Penjaga Perbatasan Bangladesh (BGB) telah memperketat pintu masuk perbatasan, ratusan etnis Rohingya masih diizinkan masuk ke negara itu. Mereka berlindung di Ukhiya dan Teknaf upazilas di Cox, Distrik Bazar.

Para pengungsi menyebar di kamp pengungsian Kutupalong, Leda, dan Nayapara. Di tempat itu, mereka kekurangan kebutuhan dasar, seperti makanan, pakaian hangat, dan obat-obatan.

Nur Ahmed bersama istri dan tiga anaknya melarikan diri ke Bangladesh pekan lalu. Mereka sempat berlindung di kamp pengungsian Kutupalong, namun terpaksa pindah karena kondisi hidup yang memprihatinkan.

Baca juga, Citra Satelit: Ratusan Bangunan Muslim Rohingya Dibakar.

Nur mengatakan, para pengungsi menderita kelaparan karena kelangkaan makanan. Banyak dari mereka hanya bisa makan satu kali sehari. Mereka juga menderita karena tidak memiliki pakaian hangat dan selimut. "Kami berada dalam situasi putus asa. Tidak ada pilihan yang tersisa bagi kita selain melarikan diri kamp," kata Nur.

Presiden Cox’s Bazar Rohingya Repatriation and Resistance Committee, Hamidul Haque, mengatakan para pengungsi baru seharusnya tidak diperbolehkan menjadi bagian dari masyarakat setempat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement