REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi perempuan muda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah menyatakan turut prihatin atas kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Aleppo, Suriah.
"Turut berduka cita atas tragedi kemanusiaan dan runtuhnya peradaban di Aleppo," ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah Diyah Puspitarini dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Selasa (20/12).
Menurut Diyah, serangan udara yang membabi buta di Aleppo tidak hanya menyebabkan banyak korban tewas. Ia menuturkan, mereka yang terluka tidak mendapat akses kesehatan yang memadai akibat hancurnya fasilitas kesehatan seperti rumah sakit. Anak-anak tidak mendapat akses pendidikan karena hancurnya sekolah dan keadaan yang tidak aman. Warga Aleppo juga banyak yang mengalami malnutrisi akibat keterbatasan makanan. Musim dingin juga membuat mereka makin menderita.
"Duka kemanusiaan ini adalah duka seluruh umat manusia. Apa yang terjadi di Suriah hendaknya dapat menjadi spirit bagi setiap anak bangsa untuk membangun kedamaian dan kebersamaan hidup dalam bingkai kebinekaan," tegas Diyah.
Konflik berkepanjangan di Suriah telah memakan banyak korban dari kalangan warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak. Menurut Diyah, yang paling menderita dalam setiap konflik adalah perempuan dan anak. Konflik yang telah berlangsung lebih dari lima tahun membuat perempuan dan anak di Suriah banyak mengalami tindak kekerasan. "Kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak dalam konteks apapun tidak dapat dibenarkan," tegasnya.
Menurut NGO Summary Report yang dirilis pada 2016 oleh Women's International League for Peace and Freedom (WILPF), pelecehan seksual, perkosaan, dan penculikan banyak terjadi pada perempuan Suriah seiring dengan meningkatnya ekskalasi konflik. Akibatnya, banyak terjadi kehamilan tak diinginkan. Sebagian lainnya terjebak pada praktek perdagangan orang dan prostitusi akibat kondisi ekonomi yang sulit.
Sementara anak-anak Suriah, menurut laporan UNICEF tak luput dari tindak kekerasan, seperti perekrutan dalam kelompok bersenjata, eksploitasi, dan pelecehan, termasuk pernikahan anak dan pekerja anak.
Jutaan penduduk Suriah yang hidup dalam pengungsian sebagian besarnya adalah perempuan dan anak. Pengungsi Suriah yang hidup dalam keterbatasan, baik sebagai pengungsi domestik (displacement) ataupun sebagai pengungsi lintas batas (refugee), menurut Diyah perlu dipenuhi kebutuhan dasarnya. Mereka membutuhkan uluran bantuan kemanusiaan dari dunia.
"Karena itu, mari kita membantu sebisanya baik melalui doa ataupun uluran tangan melalui LAZISMU terdekat," seru Diyah.