REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi melangsungkan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Bangladesh, Abul Hasan Mahmood Ali pada Selasa (20/12) di Dhaka. Pertemuan dilakukan setelah ASEAN Retreat di Yangoon sehari sebelumnya.
Retno mengatakan kerja sama Indonesia dan Bangladesh lebih dari sekadar kepentingan bilateral. Penanganan masalah pengungsi di kawasan pun menjadi salah satu bahan kerja sama. Selama pertemuan, kedua Menlu membahas upaya peningkatan kerja sama bilateral khususnya di bidang perdangangan dan investasi.
Retno menyampaikan transaksi perdagangan kedua negara telah mencapai sekitar 1,4 miliar dolar AS pada tahun 2015. Masih banyak potensi yang belum dimanfaatkan. "Dengan total pasar kedua negara mencapai lebih dari 400 juta orang, masih banyak peluang kerja sama ekonomi yang belum dimanfaatkan, untuk itu kita harus galakan diplomasi ekonomi kita di Bangladesh," kata Retno.
Sebagai ketua IORA periode 2016-2017, Menlu RI juga menyampaikan apresiasi kepada Bangladesh yang selama ini mendukung berbagai upaya Indonesia untuk memperkuat kerja sama di Samudra Hindia. Retno telah menyampaikan undangan Pertemuan Menlu IORA yang akan dilakukan pada bulan Maret 2017.
Selain membahas penguatan kerja sama bilateral dan kawasan, Retno juga secara khusus membahas masalah pengungsi Muslim dari Rakhine State yang saat ini ada di perbatasan Bangladesh dan Myanmar. Ia menekankan pentingnya Bangladesh dan Myanmar menjaga hubungan baik.
Retno mengatakan hal ini akan memberikan kontribusi bagi pengelolaan perbatasan Bangladesh–Myanmar. "Hubungan dan komunikasi baik antara Myanmar dan Bangladesh adalah kunci dari pengelolaan isu pengungsi di perbatasan kedua negara," kata Retno dalam pertemuan.
Ia juga menyampaikan hal yang sama pada State Counsellor Daw Aung San Suu Kyi di Yangon tanggal 19 Desember 2016 setelah Retreat Menlu ASEAN. Retno menyarankan komunikasi antara Myanmar dan Bangladesh diperkuat. Sebagai tanggapan, Suu Kyi menyampaikan akan segera mengirim Special Envoy (Utusan Khusus) ke Bangladesh.
Tanggapan Suu Kyi itu telah disampaikan Retno kepada Menlu Bangladesh dan disambut dengan baik. Setelah pertemuan bilateral, kedua Menlu mendapatkan pemaparan dari perwakilan UNHCR dan IOM di Dhaka. Mereka menyampaikan berbagai tantangan yang dihadapi dalam menangani jumlah pungsi yang telah melebihi kapasitas penampungan.
Menurut mereka, ketegangan di Rakhine State sejak 9 Oktober 2016, telah meningkatkan jumlah pengungsi antara 10 ribu-20 ribu orang. Menurut data UNHCR terdapat sekitar 32 ribu pengungsi Muslim dari Myanmar yang tercatat resmi pada dua camp pengungsi di Bangladeh. Menurut estimasi UNHCR, ada sekitar 200 ribu pengungsi tidak tercatat yang tinggal di perbatasan Bangladesh dan Myanmar.