Rabu 21 Dec 2016 06:12 WIB

Keluarga Korban Pembantaian Gay Tuntut Twitter, Google, Facebook

Google Apps. (Ilustrasi)
Foto: Dok: Google
Google Apps. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, ORLANDO -- Keluarga tiga pria yang tewas dalam pembantaian massal di klab malam kaum gay, Pulse, di Orlando menuntut Twitter Inc, Alphabet Inc's Google dan Facebook Inc ke pengadilan federal. Tuntutan dilakukan atas tuduhan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut menyediakan "dukungan materi" kepada penembak radikal.

Si penembak yang meradikalisasi diri, Omar Mateen (29 tahun), pada Juni membunuh 49 orang dan melukai 53 lainnya dalam penembakan massal paling maut dalam sejarah moderan Amerika Serikat. Mateen sebelumnya diketahui menyatakan kesetiaan kepada kelompok militan ISIS sebelum polisi kemudian menembaknya hingga tewas.

Tuntutan hukum diserahkan pada Senin (19/12) di pengadilan federal Detroit oleh para keluarga tiga korban tewas dalam pembunuhan massal tersebut, yaitu Tevin Crosby, Javier Jorge-Reyes dan Juan Ramon Guerrero. Tuntutan serupa sebelumnya terbentur perlindungan kuat undang-undang federal bagi industri teknologi.

Keluarga ketiga korban menganggap Twitter, Youtube-Google dan Facebook "membuat para teroris ISIS memiliki akun-akun yang mereka gunakan untuk menyebarkan propaganda garis keras, mengumpulkan dana serta menarik para anggota baru." Tuntutan menduga bahwa dukungan materi telah berperan penting dalam kebangkitan ISIS dan memungkinkan (kelompok) itu melancarkan atau menyebabkan sejumlah serangan teroris.

Facebook mengatakan, Selasa (20/12), tidak ada tempat bagi kelompok yang melibatkan diri dengan atau mendukung terorisme. Facebook mengatakan, pihaknya segera mengambil tindakan mencabut materi kelompok seperti itu jika ada laporan masuk.

"Kami bertekad memberikan layanan yang dirasakan aman bagi orang-orang ketika mereka menggunakan Facebook," kata perusahaan itu dalam pernyataan.

"Kami bersimpati kepada para korban dan keluarga mereka," katanya lagi.

Twitter menolak memberikan komentar. Pada Agustus, perusahaan Twitter mengatakan pihaknya telah menangguhkan 360.000 akun sejak pertengahan 2015 karena melanggar kebijakan terkait propaganda terorisme.

Sedangkan Perwakilan Google belum berhasil dihubungi.

Ketiga perusahaan, ditambah Microsoft Corp, pada bulan ini mengatakan, bahwa mereka akan berkoordinasi lebih erat dalam menghapus materi yang berbau garis keras, juga untuk saling berbagi "sidik jari" digital.

Perusahaan teknologi dilindungi dari tuntutan hukum berdasarkan Undang-undang Kesusilaan Komunikasi federal Bab 230. Bab tersebut mengatur bahwa operator laman tidak bertanggung jawab atas materi yang diisi pihak lain.

Tuntutan hukum yang dilayangkan pada Senin menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut menciptakan materi unik melalui penggabungan materi ISIS dengan iklan-iklan yang menargetkan pembaca. Tuntutan juga berbunyi bahwa mereka bersama ISIS mendapatkan penghasilan dari materi yang dibuat kelompok itu serta keuntungan melalui pendapatan iklan dari materi-materi yang ditampilkan ISIS.

sumber : Antara/REUTERS
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement