Jumat 23 Dec 2016 15:18 WIB

Indonesia Sulit Deteksi Korban Perdagangan Orang di Suriah

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Esthi Maharani
Perdagangan manusia (ilustrasi).
Foto: Foto : Mardiah
Perdagangan manusia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Perang yang berkecamuk di Suriah membuat Indonesia sulit mendeteksi WNI yang menjadi korban perdagangan orang di negara tersebut. Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI menyatakan, saat ini Indonesia hanya memiliki dua shelter KBRI, salah satunya berada di Kota Aleppo yang sedang dilanda konflik.

"Di Suriah kesulitannya sendiri di situ. Di Aleppo kita hanya punya shelter penghubung. Kita juga gak bisa ke sana," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir kepada Republika, Jumat (23/12).

Ia mengatakan, Kemenlu RI terus melakukan upaya-upaya meminimalisasi tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke Suriah. Salah satunya dengan pembicaraan dengan negara-negara Timur Tengah dan negara-negara yang juga mengalami kasus serupa.

"Ini masalah yang dihadapi banyak negara. Tidak hanya dialami oleh Indonesia. Dalam konteks ke Eropa, Eropa timur banyak juga," jelasnya.

Ia menambahkan, Kemenlu RI juga segera mengusahakan kepulangan para korban, begitu mendapatkan laporan dari KBRI Damaskus. Pemulangan terakhir dilakukan pada 14 Desember lalu, sebanyak 11 orang.

Menurut data dari KBRI Damaskus, korban TPPO meningkat drastis ke Suriah dalam lima tahun terakhir. Namun Arrmanatha menegaskan, peningkatan itu bukan disebabkan oleh banyaknya korban yang menjadi TKI, melainkan karena Indonesia kini memiliki mekanisme yang lebih baik untuk melacak korban.

"Bisa jadi sebenarnya menurun, hanya saja sekarang kita lebih mengetahui siapa saja yang jadi korban TPPO," ungkap Arrmanatha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement