REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa bersidang, Jumat (23/12), untuk memutuskan apakah perlu pemungutan suara bagi resolusi menuntut pengakhiran pendudukan Israel di Palestina. Mesir selaku penggagas resolusi itu menarik sikapnya atas tekanan dari Israel dan presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump.
Sebanyak 15 anggota Dewan Keamanan sedianya menggelar pemungutan suara pada Kamis sore dan pejabat dari negara Barat menyatakan AS kemungkinan menyetujui usulan resolusi tersebut sebagai upaya membalikkan AS dalam bertindak melindungi Israel.
Selandia Baru, Malaysia, Venezuela, dan Senegal, pendukung bersama usulan resolusi itu, pada Kamis malam mengatakan jika Mesir tidak menjelaskan sikapnya, mereka akan menunda haknya melanjutkan pemungutan suara sesegera mungkin. Mesir selaku anggota Dewan Keamanan sejak secara resmi menarik naskah usulan untuk membela rakyat Palestina itu mengizinkan keempat negara tersebut mendesak digelarnya voting, demikian pernyataan sejumlah diplomat.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Trump menyerukan AS menolak draf resolusi tersebut. Sean Spicer selaku juru bicara Trump menyatakan Trump telah berbicara kepada Netanyahu dan Presiden Mesir Andel Fattah Al Sisi terkait sikap yang diusulkan di DK PBB itu.
"Dia menyampaikan pernyataan mengenai mosi Mesir tersebut akan terjadi di PBB. Mesir akan mencabut usulannya," kata Spicer dalam acara "Today" yang disiarkan NBC, Jumat.
Usulan resolusi tersebut mendesak Israel segera mengakhiri dan menyelesaikan semua upaya pendudukan di wilayah teritorial Palestina, termasuk Yerusalem Timur dan pembangunan permukiman oleh Israel tidak sah dan merupakan pelanggaran nyata hukum internasional. Resolusi tersebut membutuhkan sembilan suara dukungan dan AS, Prancis, Rusia, Inggris atau Cina tidak memberikan suara.
Rakyat Palestina menginginkan kemerdekaan negaranya di Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur yang diduduki oleh Israel sejak perang pada 1967. Sebagian besar negara dan AS menganggap pendudukan Israel di Tepi Barat sebagai tindakan ilegal dan dapat menghambat perdamaian di kawasan.
Israel menentang pendapat yang mengatakan pendudukan tersebut ilegal dan menyatakan status akhir mereka adalah untuk mencegah berbagai pembicaraan dengan pejabat negara Palestina pada masa-masa mendatang. Perundingan perdamaian terakhir Israel dengan Palestina pimpinan AS gagal pada 2014.