Selasa 27 Dec 2016 05:47 WIB

Sabun, Industri Strategis Aleppo

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agung Sasongko
Kota tua Aleppo di Suriah
Foto: Womanitely
Kota tua Aleppo di Suriah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang warga Aleppo, Nabil Andoura, masih ingat bagaimana ia selama bertahun-tahun membuat sabun ini bersama neneknya. Andoura lahir di tengah keluarga pembuat sabun tradisional di Aleppo dan ia ikut mendapatkan formula rahasia sabun ini dari tetua keluarganya. Sebuah formula yang menurut Andoura tak pernah berubah bahkan selama berabad-abad.

Pertama kali dikenalkan pasukan Salib ke Eropa pada abad ke-11 Masehi, permintaan produk ini sangat tinggi karena kualitasnya yang mumpuni. ''Sabun merupakan industri penting di Aleppo,'' kata kurator Museum of Islamic Art Berlin, Julia Gonnella.

 

Bersama sutra dan kuningan, sabun jadi komoditas utama di pasar-pasar Aleppo. Sebelum konflik pecah di Suriah, ada puluhan keluarga  pembuat sabun di Aleppo, seperti keluarga Fansa, Zanabily, dan Aftar. Namun, sejak konflik pecah di Suriah, keluarga-keluarga pembuat sabun ini harus mengungsi. Andoura mengaku berat untuk pergi. Namun, tak mungkin pula keluarganya bertahan di sana dengan kondisi yang sangat berbahaya.

Di usia yang telah hampir 60 tahun, Andoura merasa kehilangan semua kerja dan sejarahnya. Andoura memulai usaha pembuatan sabun khas Aleppo ini lebih dari 17 tahun lalu. Ia membesarkan bisnisnya hingga mencapai pendapatan 10 juta dolar AS dari hasil ekspor ke AS, Eropa, Jepang, dan Cina.

Setiap batang sabun yang diberi merek Noble Soap itu butuh waktu setahun produksi. Andoura sebelumnya menggunakan minyak dafnah dari desa-desa di pinggiran Aleppo. Namun, karena permintaan meningkat, ia akhirnya mendatangkan minyak dafnah dari daerah pesisir  Mediterania dan Antakya, Turki. Sementara, minyak zaitun masih bisa dipenuhi dari produksi lokal di Aleppo.

Dalam pembuatan sabun ini, campuran bahan-bahan yang telah dipanaskan kemudian dituangkan dalam "kolam" cetakan untuk didinginkan dan dikeringkan selama hampir tujuh bulan. Blok sabun besar berwarna hijau itu kemudian dipotong menjadi blok-blok kecil dan dikemas. Di kemasan tertera, 82 persen kandungan sabun adalah minyak zaitun dan 12 persen minyak dafnah.

Satu-satunya pengembangan kecil yang dilakukan Andoura pada produk sabunnya adalah  penggunaan pemanas untuk menggantikan tungku kayu bakar. Pada 2010, Andoura memproduksi 500 ton sabun. Namun, konflik yang mulai berkecamuk pada 2011 membuat produksi pabriknya turun. Setelah musim panas 2011, pertempuran sengit membuat situasi sangat berbahaya untuk bepergian keluar rumah, termasuk ke pabrik tempat 75 orang  pekerjanya berkarya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement