REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat segera merespons secara resmi serangan siber Rusia, Kamis (28/12). Pemerintah Barack Obama berencana mengumumkan serangkaian pembalasan untuk negeri pimpinan Vladimir Putin itu.
Sejumlah informasi akan dibeberkan sebagai salah satu upaya membantu Presiden terpilih, Donald Trump dan jajarannya. Tidak jelas apa yang akan dilakukan Obama diakhir kepengurusannya yang tinggal tiga pekan lagi.
Namun sejumlah pejabat mengatakan AS telah mendiskusikan beberapa hal. Seperti penerapan sanksi ekonomi, dakwaan, dan membocorkan informasi untuk mempermalukan pejabat Rusia. AS juga bisa melarang keberadaan diplomat Rusia di AS.
Sumber anonim mengatakan, ada satu hal yang kemungkinan besar akan direalisasikan yakni melakukan upaya menghindari serangan siber dari Rusia. Menurutnya, salah satu cara adalah mengganggu sistem pesan internet Rusia.
Selama ini, FBI, CIA dan Office of Director of National Intelligence sepakat Rusia berada di balik peretas situs organisasi Partai Demokrat dan sistem pemilu 8 November. Sejumlah pihak menilai Rusia melakukan itu untuk membantu Donald Trump mengalahkan Hillary Clinton.
Rusia berulang kali menyangkal tuduhan tersebut. Trump juga mengabaikan penilaian komunitas intelijennya. Ia tidak sepakat dengan tuduhan Rusia berada di balik serangan siber. Trump juga tidak suka ide sanksi terhadap 'sahabat barunya' itu. "Saya pikir kita urus saja hidup kita sendiri," katanya pada Rabu di Florida.
Dalam wawancara dengan NPR bulan ini, Obama mengatakan AS akan tetap mengambil langkah untuk meresponsnya. "Kita harus melakukan sesuatu, dan kita akan melakukannya, karena Rusia mengganggu pemilu AS," kata Obama.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova mengatakan Rusia akan membalas jika Washington benar-benar menerapkan sanksi ekonomi baru. Menurutnya, tuduhan AS soal ancaman siber Rusia hanya alasan atas kegagalan kandidatnya dalam pemilu.