REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte pada Kamis (29/12) menyebut duta besar Amerika Serikat mata-mata, pekerjaan yang dikatakannya dilakukan beberapa utusan. Duterte mengeluarkan pernyataan tersebut saat menanggapi laporan media tentang dugaan rencana AS untuk menggoyahkan pemerintahnya.
Mantan wali kota garang itu mengatakan, meskipun tidak menerima laporan intelijen tentang rencana AS merusak kepresidenannya, ia percaya sebagian besar duta besar bersekongkol dengan Badan Intelijen Pusat (CIA), yang memiliki rekam jejak ikut campur dalam urusan negara lain.
Surat kabar Manila Times pada Selasa mengabarkan seorang mantan duta besar AS untuk Filipina sudah menyiapkan cetak biru untuk melemahkan Duterte, mengutip dokumen yang digambarkannya berasal dari sumber tingkat tinggi. Departemen Luar Negeri AS menyatakan tuduhan itu salah.
"Sebagian besar duta besar Amerika Serikat, tidak semua, tidak betul-betul mumpuni. Pada saat sama, mereka memata-matai. Mereka terhubung dengan CIA. Duta besar negara adalah mata-mata nomor satu. Tapi, ada duta besar AS, keahlian mereka adalah betul-betul untuk melemahkan pemerintah," kata Duterte dalam wawancara televisi.
Duterte tidak merahasiakan dendamnya terhadap Amerika Serikat. Ia secara khusus melancarkan penghinaan terhadap Presiden Barack Obama, yang dihardiknya untuk "pergi ke neraka", sebagian besar terkait keprihatinan Obama atas perang mematikan Duterte terhadap narkotika.
Ia berulang kali mengancam membatalkan perjanjian keamanan dengan Amerika Serikat dan hampir setiap hari mengungkapan kemunafikan dan tekanan negara adidaya itu. Pada Kamis, Duterte mengatakan akan menghormati perjanjian-perjanjian itu dan bahwa ia menyukai Donald Trump serta tidak sabar menunggu presiden terpilih AS tersebut menjabat.
Manila Times mengatakan Philip Goldberg, yang baru-baru ini mengakhiri masa jabatannya sebagai duta besar di Manila, meletakkan berbagai siasat selama 18 bulan untuk menggoyang Duterte. Siasat itu termasuk mendukung oposisi dan menguasai media, tentara, negara tetangga dan pejabat tinggi pemerintah untuk berbalik melawan Duterte dan mengucilkannya secara ekonomi.
Duterte tidak menyukai Goldberg. Ia merujuk pada duta besar itu tiga kali berturut-turut dalam wawancara langsung televisi pada Kamis, menyebutnya mahabintang Washington dengan rekam jejak mencoba melemahkan pemerintah.
Goldberg diusir sebagai duta besar untuk Bolivia pada 2008 oleh Presiden Evo Morales, yang menuduhnya memihak kanan lawannya dan mendalangi unjuk rasa. Amerika Serikat menolak tuduhan dan mengatakan pengusiran itu merupakan kesalahan besar.
"Mungkin dia akan menyangkalnya tapi itu tidak baik," kata Duterte tentang dugaan cetak biru Goldberg, yang katanya masuk akal karena sejarah Goldberg.
Ia menambahkan, "Anda mungkin bisa menggusur saya, tapi saya akan membuat hidung Anda berdarah."
Reuters tidak berhasil menghubungi Goldberg pada pekan ini. Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Asia Timur dan Pasifik Daniel Russel menolak berita Manila Times itu. "Tidak ada cetak biru seperti itu," katanya dalam pernyataan pada Selasa, "Amerika Serikat menghormati kedaulatan Filipina dan pilihan demokratik rakyat Filipina."