Selasa 03 Jan 2017 17:00 WIB

Myanmar Selidiki Video Penyiksaan Rohingya

Red:

REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Otoritas Myanmar, Senin (2/1), akan menyelidiki sebuah video yang menunjukkan penyiksaan kepada minoritas Rohingya. Sebuah video menayangkan adegan polisi yang memukuli beberapa orang Rohingya.

Seorang polisi senior di Naypyidaw mengatakan, empat polisi ditahan pada Senin. Mereka diduga terlibat dalam pemukulan tersebut.

Pemerintah mengatakan, insiden itu terjadi di Negara Bagian Rakhine. Tampak beberapa orang berbaris dalam posisi duduk berdempetan.

Pemerintah menambahkan, saat itu polisi sedang melakukan operasi pembersihan di Maungdaw setelah dua polisi ditembak. Tampak satu polisi memukul seorang warga Rohingya. Polisi lainnya menendang tepat di wajah. Pria Rohingya lain yang hanya memakai kaos dalaman dan celana mendapatkan perlakuan sama.

Kantor Suu Kyi mengonfirmasi kebenaran video tersebut. video tersebut disebutkan direkam seorang polisi dalam operasi penyapuan di Desa Kotankauk pada 9 November di Provinsi Rakhine. "Tindakan akan diambil terhadap polisi yang memukuli warga desa," demikian pernyataan kantor Suu Kyi, Ahad malam.

Meski demikian, pemerintah menyangkal laporan pembunuhan atau penganiayaan. Mereka menegaskan hanya melakukan operasi kontraterorisme di Rakhine.

Menurut koresponden BBC di Myanmar, Jonah Fisher, video tersebut hanya satu bukti yang mendukung klaim penduduk Rohingya yang mengaku dianiaya dan dihukum secara kolektif oleh militer.

Adanya video semacam ini sering disangkal oleh pemerintahan yang dipimpin secara de facto oleh Aung San Suu Kyi. Mereka menyebutnya berita palsu atau buatan. Sementara, jurnalis atau pekerja bantuan tidak diizinkan membuktikan sendiri.

"Sedikitnya enam orang Rohingya tewas dalam tahanan tiga bulan terakhir. Apa dia (Suu Kyi—Red) bertanya mengapa?" kata Fisher.

Menurut PBB, operasi penyapuan oleh militer Myanmar memaksa sekitar 34 ribu Muslim Rohingya ke Bangladesh. Warga dan lembaga advokasi hak asasi manusia menuding pasukan keamanan melakukan kekerasan dalam operasi tersebut. rep: Lida Puspaningtyas reuters ed: Yeyen Rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement