Rabu 04 Jan 2017 08:08 WIB

Belum Terima Gaji 3 Bulan, Ratusan Pegawai RS di Hebron Mogok

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Bilal Ramadhan
Bayi Palestina terluka akibat terkena ledakan ranjau. (ilustrasi)
Foto: www.infopalestina.com
Bayi Palestina terluka akibat terkena ledakan ranjau. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, HEBRON -- Lebih dari 200 pegawai RS al-Mezan di Kota Hebron, Tepi Barat mogok kerja karena belum menerima gaji selama tiga bulan belakangan akibat utang yang diderita Otoritas Palestina (PA). Juru bicara karyawan RS al-Mezan, Sharif Taradi, mengatakan, protes yang bermula sejak Senin (2/1) akan berlanjut selama para pekerja belum mendapat haknya.

''250 orang bekerja di RS al-Mezan dan kami belum menerima gaji selama tiga bulan ini,'' kata Taradi seperti dikutip Maan News, Selasa (3/1).

Rumah sakit swasta itu, kata Taradi, memang sering membayarkan gaji karyawan pada waktu yang tak tentu dalam setahun belakangan ini. Krisis keuangan yang dialami manajemen RS al-Mezan terjadi karena Kementerian Kesehatan Palestina gagal mengganti dana talangan yang dikeluarkan rumah sakit.

Direktur RS al-Mezan, Hazem Shalalda mengatakan, utang PA kepada RS al-Mezan mencapai 27 juta shekel atau sekitar tujuh juta dolar AS. Kementerian Kesehatan Palestina merujuk ribuan pasien yang memegang asuransi dari PA ke rumah sakit swasta di Tepi Barat dan Yerusalem Timur bila rumah sakit pemerintah tidak bisa menyediakan layanan yang dibutuhkan pasien, seperti perawatan penderita kanker.

Ketua Asosiasi RS Swasta Tepi Barat Yasser Abu Safiya mengatakan, rumah sakit swasta di Palestina sering menghadapi krisis keuangan terutama menjelang akhir tahun karena PA tidak membayarkan kewajibannya dengan teratur.

Ia mencontohkan utang PA kepada RS Augusta Victoria dan al-Maqasid di Yerusalem Timur yang mencapai 75 juta dolar AS. Menteri Kesehatan dan Keuangan PA Abu Safiya mengatakan pihaknya sudah menyetujui pembayaran utang ke beberapa rumah sakit swasta sebesar 77,9 juta dolar AS.

Sementara sisa utang sebesar 78 juta dolar AS masih diaudit dan menunggu persetujuan PA. PA menghadapi krisis keuangan sejak 1994 karena banyak sumber daya di Palestina yang rusak dan pendudukan Israel di sana. Ini diperparah menurunnya donor dana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement