REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Kerja sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Nurhayati Ali Assegaf mendesak Inter Parliamentary Union (IPU)- Organisasi Parlemen Dunia segera mengambil langkah strategis untuk memfasilitasi pendamaian atas konflik di Myanmar. Sebab, kekerasan yang dialami masyarakat etnis Rohingya di Myanmar belum sepenuhnya diatasi.
Inter-Parliamentary Union (IPU) yang menaungi 171 parlemen dunia, dinilai Nurhayati sangat lamban membantu penyelesaian konflik Rohingya. Nurhayati yang juga President of the IPU Committee to Promote Respect for International Humanitarian Law (Komite IHL), sudah mendesak secara tertulis kepada IPU untuk mengambil langkah strategis tersebut. Ia menyampaikan keprihatinannya atas kekerasan yang menimpa etnis Rohingya.
Nurhayati juga mengingatkan Sekjen IPU, ada pasal 2 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan menghormati HAM tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan politik, dan status sosial.
“Ketika suatu negara tidak mampu melindungi warga negara, maka secara nyata terdapat potensi pelanggaran terhadap hukum humaniter Internasional dan hak asasi manusia,” kata politisi Partai Demokrat itu, dalam rilisnya, Selasa (3/1)
Menurutnya, Sekjen IPU Martin Chungong akhirnya menyurati Parlemen Myanmar bahwa IPU siap bekerja sama memberi solusi atas konflik yang sedang terjadi. Sekjen IPU sendiri siap memfasilitasi dialog para pihak yang berkonflik. Diharapkan dialog ini mampu mengambil kebijakan menuju jalan rekonsiliasi dan perdamaian di Myanmar.
IPU merupakan organisasi perlemen internasional yang dibentuk pada tahun 1889 dan beranggotakan parlemen dari 171 negara. Organisasi perlemen global ini dibentuk untuk mengembangkan kontak, koordinasi, dan pertukaran pengalaman antara parlemen dan anggota parlemen. Selain itu, IPU juga merupakan sarana dialog isu-isu internasional dan tindakan nyata parlemen bagi penuntasan isu-isu tersebut.