REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis mengklaim telah menggagalkan 24 ribu serangan siber melawan target pertahanan tahun lalu, Ahad (8/1). Prancis terancam peningkatan serangan hingga dua kali lipat menjelang pemilu.
Menteri pertahanan, Jean-Yves Le Drian mengatakan serangan semacam itu bisa mengganda setiap tahunnya. Ia menduga pemilu presiden yang digelar April dan Mei tahun ini bisa jadi target. Menurutnya, serangan siber terhadap Prancis meningkat cukup substansial dalam tiga tahun terakhir. Beberapa waktu menjadi ancaman yang sangat serius pada infrastruktur negara.
Dalam wawancara dengan surat kabar Le Journal du Dimanche, Le Drian mengatakan ribuan serangan eksternal berhasil diblokir, termasuk upaya mengganggu sistem drone Prancis. Ia memperingatkan Prancis tidak boleh naif. Prancis tidak kebal pada seragan-serangan siber seperti yang menimpa pada AS. Le Drian mengingatkan Prancis harus waspada mengingat temuan AS yang terbaru.
AS mengeluarkan laporan bahwa Rusia mempengaruhi pemilu AS dengan mendiskreditkan kandidat Demokrat, Hillary Clinton. Namun lembaga intelijen tidak menyebut Rusia mempengaruhi langsung sistem pemilu AS.
Hubungan Rusia-Prancis tidak cukup menyenangkan saat dipimpin Francois Hollande. Kandidat konservatif Prancis, Francois Fillon mengatkan ia ingin meningkatkan hubungan dengan Rusia. Ia juga memuji Presiden Rusia, Vladimir Putin. Kandidat sayap kanan jauh, Marine Le Pen juga menunjukkan gelagatnya dalam mendekat pada Rusia. Ia mengaku ingin hubungan yang lebih.