REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Pengamanan di kantor-kantor perwakilan Indonesia di beberapa kota termasuk di Canberra ditingkatkan menyusul adanya pengibaran bendera kelompok Papua Merdeka di KJRI Melbourne, Jumat lalu (6/11).
Juru bicara KBRI Canberra Sade Bimantara mengatakan telah ada peningkatan penjagaan keamanan berupa kerja sama dengan kepolisian dan peningkatan patroli. Di Australia, selain kantor perwakilan Indonesia KBRI di Canberra, ada juga kantor-kantor Konsul Jenderal di Sydney, Melbourne, Perth dan Darwin.
Dalam sebuah video yang diunggah pengguna Facebook bernama Izzy Brown, terlihat seorang pria memanjat pagar gedung sebelah gedung KJRI Melbourne, lalu melompat ke bagian atap gedung dan membentangkan bendera Bintang Kejora, bergaris biru putih dengan bintang putih berdasar warna merah.
"Kami mendapat keterangan dari Polisi Federal Australia (AFP), perbuatannya telah melanggar hukum trespassing, yakni melanggar masuk ke properti milik orang lain tanpa izin." kata Sade Bimantara kepada Australia Plus Indonesia, Senin (9/1).
Dalam hukum di negara bagian Victoria, tindakan menerobos properti orang lain termasuk tindak kriminal dengan maksimum hukuman enam bulan penjara dan denda senilai 2.500 dolar AS atau lebih dari Rp 25 juta.
Australia Plus Indonesia telah berupaya menanyakan mengenai perkembangan penyelidikan polisi Australia sejauh ini kepada KJRI Melbourne, tetapi KJRI Melbourne belum memberikan jawaban. Kelompok yang memasuki pelataran KJRI Melbourne diduga adalah simpatisan gerakan seperatis Papua Merdeka di Australia, yang menamakan diri Free West Papua, berbasis di Inggris.
Pengibaran bendera dan kampanye oleh kelompok seperatis ini telah beberapa kali terlihat di Melbourne. Agustus lalu misalnya, saat warga Indonesia sedang merayakan HUT RI ke-71 di Federation Square, simpatisan dari kelompok ini pun datang sambil membentangkan bendera dan spanduk.
KBRI menilai kelompok ini sedang mencari perhatian. "Kelompok ini sedang frustasi, karena mereka tidak mendapat dukungan baik dari pemerintah dan pihak oposisi Australia, dukungan publik pun sedikit hanya di dunia maya," kata Sade.
Menyampaikan aspirasi atau bentuk kekecewaan terhadap sebuah pemerintahan bukan menjadi hal yang dilarang, terutama di Australia yang memberikan kebebasan berekspresi bagi warganya. Tetapi KBRI mengaku terus berupaya menjelaskan masalah Papua Barat, seperti program sosialiasi dan informasi baik di tingkat pemerintah, parlemen, LSM, diskusi soal Papua dan Indonesia timur, budaya dan festival, yang tahun lalu di Canberra, menurut Sade telah dihadiri 4.000 hingga 5.000 orang.
Gerakan mengibarkan bendera Papua
Kelompok seperatis Papua baru-baru ini meluncurkan gerakan mengibarkan bendera Papua. Kampanye diumumkan 1 Desember lalu dan disebarkan melalui jejaring sosial. Mereka bahkan menggelar kompetisi bagi mereka yang membentangkan bendera bintang kejora dengan hadiah poster'Free West Papua bertanda tangan Benny Wenda, pemimpin kelompok tersebut.
Sejumlah foto telah dipajang di situs mereka, termasuk dari Australia. KBRI Canberra pun memberikan tanggapan soal ini.
"Apakah adil bagi warga Papua dan pemilih wakilnya, ketika ada gerakan separatis di luar negeri yang mengaku mewakili Papua, tapi tidak pernah aktif secara politik lewat mengikuti Pilkada? Mereka itu mendapat mandat dari siapa? Sebanyak 44 pemimpin Papua dipilih langsung oleh warganya," kata Sade mengakhiri wawancara bersama Australia Plus.
Australia Plus mendapatkan informasi Rabu besok (11/01) kelompok ini pun akan menggelar unjuk rasa di depan kantor KJRI di Melbourne.