REPUBLIKA.CO.ID, RAKHINE -- Sejak militer melancarkan tindakan keras di utara negara bagian Rakhine, setidaknya 65 ribu Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh selama sepekan terakhir. Jumlah itu merupakan sepertiga dari jumlah etnis tersebut.
Angka yang dirilis oleh PBB, menandai eskalasi yang tajam dalam pelanggaran berat hak asasi oleh militer.
Atas kejadian itu PBB mengutus perwakilan hak asasi manusia untuk Myanmar Yanghee Lee untuk melakukan kunjungan ke Myanmar selama 12 hari. Dia ditugaskan untuk menyelidiki kekerasan yang terjadi di perbatasan negara itu.
"Selama sepekan terakhir, 22 ribu pendatang baru dilaporkan telah menyeberangi perbatasan dari negara bagian Rakhine," kata badan bantuan PBB dalam laporan mingguan seperti dilansir dari The Guardian, Selasa (10/8).
Adapun pada 5 Januari lalu diperkirakan 65 ribu orang tinggal di kamp-kamp terdaftar, pemukiman darurat dan masyarakat tuan rumah di Cox Bazaar di Bangladesh selatan.
Eksodus Rohingya dari Rakhine Utara dimulai setelah tentara Myanmar melancarkan operasi pembersihan ketika mencari pemberontak serangan balik mematikan di pos perbatasan polisi tiga bulan yang lalu.
Pelarian dari minoritas Muslim yang dianiaya di Bangladesh itu telah mengalami kejahatan yang mengerikan. Seperti perkosaan massal, pembunuhan dan pembakaran secara hidup-hidup.
Cerita-cerita tersebut membuat pemerintah Aung San Suu Kyi mendapatkan kecaman keras dari negara mayoritas Muslim seperti Malaysia. Oleh karena itu pemerintah Myanmar mengatakan telah meluncurkan komisi khusus untuk menyelidiki tuduhan itu.
Baca juga, Citra Satelit: Ratusan Bangunan Muslim Rohingya Dibakar.