REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Dalam khutbah Shalat Jumat di Masjidil Aqsa, Jumat (14/1) waktu setempat, Imam Besar Yerusalem, Muhammad Husein, menentang keras rencana pemindahan kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Rencana pemindahan ini dianggap sebagai suatu 'serangan' ke umat Islam dan melanggar perjanjian serta norma internasional.
''Janji untuk memindahkan Kedubes bukan hanya serangan untuk bangsa Palestina, tetapi juga ke bangsa Arab, dan Muslim secara keseluruhan. Mereka tidak akan tinggal diam jika hal itu dilakukan (pemindahan Kedubes),'' ujar Hussein di Kota Kuno Yerusalem, seperti dikutip AFP.
Sebelumnya, sejumlah petinggi Otoritas Palestina meminta kepada imam atau pengurus masjid di seluruh Timur Tengah untuk melakukan protes terhadap rencana pemindahan Kedubes AS tersebut. Protes ini dapat disampaikan dalam bentuk khutbah pada saat pelaksanaan Shalat Jumat.
Pemindahan kantor Kedubes AS ini dikhawatirkan bakal membuat Yerusalem dianggap sebagai Ibu Kota Israel. Alhasil, kondisi ini pun akan semakin memanaskan situasi dan konflik Israel-Palestina. Selain itu, dapat pula membahayakan upaya perdamaian antara Israel dan Palestina.
Hussein menambahkan, pemindahan Kedubes AS itu juga melanggar perjanjian dan norma internasional terkait status Kota Kuno Yerusalem. ''Pemindahan itu akan melanggar perjanjian dan norma internasional, yang masih mengenali Yerusalem sebagai wilayah pendudukan,'' kata Hussein.
Bangsa Palestina memang tengah merencanakan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota negara Palestina pada masa mendatang. Sementara Israel mengklaim, seluruh kawasan Yerusalem sebagai Ibu Kota. Status kota kuno Yerusalem memang menjadi salah satu poin penting yang pembahasannya cukup alot dalam tiap upaya perdamaian Israel-Palestina.
Israel menganeksasi Tepi Barat dan Yerusalem Timur pada 1967. Israel kemudian melakukan blokade terhadap sejumlah wilayah pendudukan, seperti di Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Pada awal pekan ini, salah satu pejabat senior Otoritas Palestina, Mohammad Shtayyeh, mengungkapkan, pihaknya mendapatkan informasi Presiden AS terpilih, Donald Trump, akan mengesahkan pemindahan kantor Kedubes AS itu pada saat upacara pelantikan dirinya sebagai Presiden AS pada 20 Januari mendatang.