Kamis 19 Jan 2017 16:42 WIB

Gambia Terancam Intervensi Militer

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ani Nursalikah
Presiden terpilih Gambia, Adama Barrow.
Foto: AP Photo/Jerome Delay
Presiden terpilih Gambia, Adama Barrow.

REPUBLIKA.CO.ID, DAKAR -- Presiden Gambia Yahya Jammeh bergeming di posisinya. Setelah lebih dari dua dekade dalam kekuasaan, ia tidak berniat melepaskannya. Negara-negara tetangga mengancam akan melakukan intervensi militer di wilayahnya jika ia tidak mundur pada Rabu (18/1).

Presiden baru Adama Barrow seharusnya dilantik pada Kamis (19/1). Namun, Jammeh mengabaikan tenggat waktu. Presiden Mauritania Mohamed Ould Abdel Aziz yang sebelumnya bertindak sebagai penengah gagal membujuk Jammeh.

Ia terbang ke Ibu Kota Gambia, Banjul pada Rabu malam untuk khusus bertemu Jammeh. Ia kemudian terbang ke Dakar untuk diskusi lebih lanjut dengan Barrow dan Presiden Senegal Macky Sall.

"Saya sekarang sangat pesimistis Jammeh akan ikut dalam solusi damai seperti yang diinginkan banyak orang," kata Abdel Aziz dikutip BBC.

Negara tetangga pun mengancam Jammeh dengan intervensi militer.

Pasukan militer Afrika Barat siap memaksanya memberikan kekuasaan Barrow. Pasukan Senegal siaga di perbatasan Gambia. Ancaman ini pun didukung oleh Nigeria dan negara tetangga lain. Pada Rabu, Nigeria mengatakan telah mengirim 200 personel dan pesawat tempur ke Senegal.

Angkatan laut Nigeria juga siaga dengan sebuah kapal tempur yang bertolak dari Lagos. Mereka siap jika harus mengevakuasi penduduk Nigeria. Pasukan darat pun datang dari Ghana.

Merespons kondisi darurat ini, militer Gambia 'kalem'. Ketua militer Gambia, Ousman Badjie mengatakan pasukannya tidak akan bertarung dengan pasukan Senegal meski mereka menerobos perbatasan.

Badjie mengatakan  militer tidak akan terlibat karena ini adalah masalah politik. "Saya tidak akan melibatkan tentara saya dalam pertempuran bodoh, saya mencintai tentara saya," kata Badjie.

Jammeh berkuasa sejak merebutnya dalam sebuah kudeta pada 1994. Rabu kemarin seharusnya jadi hari terakhirnya di kantor kepresidenan. Namun, parlemen memberinya perpanjangan waktu tiga bulan.

Barrow yang seharusnya resmi jadi presiden pada Kamis saat ini masih berada di Senegal. Iklim tegang ini membuat penduduk cemas. Sebanyak 26 ribu penduduk Gambia yang ketakutan perang akan pecah mengungsi ke Senegal pekan ini.

Selain itu, ribuan wisatawan Inggris dan Belanda juga dievakuasi dari negara kecil di Afrika Barat itu. Mereka disewakan penerbangan khusus untuk menghindari pertempuran yang mungkin saja terjadi. Gambia sangat terkenal karena pantainya yang eksotis. Pelancong Eropa suka berlama-lama di sana, khususnya saat musim dingin.

Jammeh awalnya menerima hasil pemilu, ia kalah dan Barrow menang. Namun tiba-tiba ia mengubah posisinya dan menolak mundur. Alih-alih mentransfer kekuasaan, ia mendeklarasikan 90 hari kondisi darurat untuk perdamaian, hukum dan perintah.

Ia mengatakan ada keanehan dalam proses pemilu. Jammeh mengatakan sejumlah kesalahan oleh komisi pemungutan suara membuat sejumlah pendukungnya berpaling dari tempat pemungutan suara.

Komisi pemilu juga mengakui bahwa hasil awal yang dipublikasinya berisi sejumlah kesalahan. Meski demikian, ini tidak berpengaruh pada kemenangan Barrow. Jammeh mengatakan ia akan tetap di posisinya hingga pemilu kembali digelar.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement