REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Para selebritis papan atas sudah menyatakan tidak akan menghadiri pelantikan Presiden AS terpilih Donald J Trump, Jumat (20/1). Sebaliknya banyak pemimpin agama yang akan menghadiri seremoni itu demi mendoakan pemerintahan AS yang baru nanti.
Enam pemimpin agama, termasuk seorang rabbi, seorang kardinal dan para pendeta Protestan akan menghadiri pelantikan Trump. Pengarang dan sejarawan pelantikan politik Jim Bendat mengatakan jumlah ini jauh lebih banyak ketimbang pada pelantikan presiden-presiden sebelumnya.
Keenam agamawan diberi waktu 60 sampai 90 detik untuk membacakan ceramah dan doanya. Dan berikut keenam agamawan yang dijadwalkan turut merayakan pelantikan Donald Trump, seperti ditulis New York Times, dikutip dari Antara News.
Kardinal Timothy Dolan
Kardinal Dolan telah menjadi Uskup Agung New York sejak 2009. Keperansertaannya menjadi kontroversial karena selama ini dia kerap mengkritik Trump. "Ini bukan soal orangnya, ini soal jabatannya," kata Dolan. "Saya mendoakan narapidana, bukan berarti saya menyetujui apa yang telah diperbuat narapidana."
Pendeta Samuel Rodriguez
Rodriguez adalah presiden National Hispanic Christian Leadership Conference, organisasi yang menaungi 100 juta evangelis Hispanik di AS dan Amerika Latin. "Ini bukan hanya kehormatan patriotis, namun juga tugas suci," kata Rodriguez mengenai kehadirannya pada pelantikan Trump.
Pastur Paula White
Pastor White adalah televangelis dari Florida. Televangelis adalah pendeta evangelis yang ceramahnya disampaikan lewat media, khususnya radio dan televisi. Dia mempromosikan teologi yang disebut teologi kemakmuran atau injil kemakmuran yang menyatakan kaum beriman tidak hanya diberkati oleh keselamatan abadi, namun juga kesehatan dan kemakmuran di Bumi.
Rabbi Marvin Hier
Rabbi Hier adalah pendiri dan ketua Simon Wiesenthal Center, organisasi HAM Yahudi yang dinamai dari seorang korban selamat Nazi dan pemburu Nazi. Beberapa kalangan memintanya tidak hadir pada pelantikan Trump, tapi dia berkata, "Ada 364 hari dalam satu tahun untuk politik, bagi kedua belah pihak untuk berbalas tuduhan. Tiga ratus enam puluh empat hari itu sudah cukup. Sekali dalam setiap empat tahun, presiden Amerika Serikat layak dimuluskan jalannya oleh kedua belah pihak dari cekcok politik, kalau tidak, kita melemahkan demokrasi kita sendiri."
Pendeta Franklin Graham
Graham adalah putera Billy Graham, seorang perintis televangelis dan penasihat spiritual para presiden Amerika Serikat dari kedua partai yang selama ini berkuasa di AS. Sehari setelah Pemilu, Graham memposting pesan di Facebook bahwa Trump menang karena "Tuhan telah campur tangan dalam menghentikan agenda progresif kaum ateis tidak bertuhan untuk menguasai negara kita."
Uskup Wayne T Jackson
Uskup Jackson mengelola Great Faith Ministries International dan Impact Television Network yang didaku sebagai satu-satunya jejaring Kristen yang didirikan dan dioperasikan oleh warga Afro-Amerika. Uskup Jackson pernah menjamu Trump di gerejanya di Detroit dan mewancarai Trump untuk jejaring medianya itu. Saat itu dia bertanya kepada Trump, apa rencana sang presiden terpilih dalam memulihkan perpecahan rasial di AS. Trump menjawab perpecahan terjadi karena orang kurang beragama dan karena kemiskinan, oleh karena itu dia berjanji menciptakan lapangan kerja guna mengatasinya.
Dia membela keputusannya menerima Trump bahwa, "Ini bukan soal menjadi Judas untuk kaum saya. Ini bukan dukungan. Ini pengikatan, bagi dia untuk mengungkapkan apa yang dia ingin lakukan."