REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tulisan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, mengenai potensi keuntungan Indonesia di bawah kepemimpinan Donald Trump, dinilai hanya untuk menenangkan masyarakat Indonesia. Hal itu dikemukakan oleh Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana.
"Itu sebenarnya menyampaikan agar tidak usah panik ketika Trump menjadi presiden," ujar Hikmahanto, saat dihubungi Republika, Jumat (20/1).
Menurutnya, Luhut juga dinilai ingin menyampaikan bahwa Indonesia masih memiliki banyak peluang untuk bekerja sama dengan Amerika Serikat (AS), dengan menyebutkan Trump yang cenderung memiliki pendekatan bisnis daripada ideologi.
Tak seperti Luhut, Hikmahato mengaku khawatir ada ketidakpastian yang dialami pemerintahan AS di bawah Trump. Salah satu isu yang dikhawatirkan adalah moratorium terhadap umat Islam yang disampaikan Trump saat kampanye, yang akan membuat masyarakat mayoritas Islam di Indonesia menjadi sinis.
"Lalu kemudian misalnya ide dia bahwa Israel akan memindahkan ibukotanya ke Yerusalem. Publik kita kan akan marah, akan timbul ketegangan," ungkapnya.
Seharusnya, kata dia, Trump tidak hanya berfikir mengenai kepentingan dalam negerinya saja. Kebijakan AS yang merupakan negara besar dunia, akan berdampak kepada kebijakan luar negeri.
"Kalau dia buat kebijakan moratorium Muslim, itu akan berdampak terhadap banyak negara Islam terkait dengan masalah ini, tidak hanya Indonesia," kata dia.
Tulisan Luhut berjudul 'Indonesia may have a Trump card in the new America' itu dipublikasikan oleh media Singapura, The Strait Times, pada Rabu (18/1). Dalam tulisan tersebut Luhut mengatakan latar belakang bisnis akan memungkinkan Trump memberikan penawaran dengan negara-negara lain tanpa memandang 'warna kulit mereka'.
"Presiden Trump adalah seorang yang pragmatis, yang cenderung mengadopsi pendekatan non-ideologis dan non-konfrontatif ke dunia politik yang beragam," tulis Luhut.