REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Enam puluh tahun lalu, Inggris meledakkan bom nuklir pertama mereka di wilayah uji coba Maralinga, di gurun Australia Selatan. Mereka melakukan total 12 uji coba besar di tanah Australia pada era 1950-an dan 1960-an.
Sebuah komisi penyelidikan terhadap babak gelap sejarah Australia ini sempat dibentuk pada 1980-an, namun uji coba nuklir Inggris itu akhirnya dilupakan. Ketika uji coba itu berulang tahun ke-60 tahun lalu, kurator pusat budaya Burrinja, JD Mittmann meluncurkan pameran nasional bertajuk ‘Black Mist Burnt Country’ (Kabut Hitam, Negara Hitam) yang kini ditampilkan di Galeri Seni Ballarat.
Sebanyak 39 seniman Australia berkolaborasi untuk menceritakan sebuah kisah tentang awan jamur, kontaminasi dan pengungsian, dengan latar belakang pasir merah Australia Selatan. ‘Black Mist Burnt Country’ adalah pameran survei yang menyatukan lebih dari 50 karya seni -lukisan, fotografi, patung, dan video -dari tujuh dekade terakhir.
Sejumlah karya dari pelukis Australia terkenal seperti Sidney Nolan, Albert Tucker dan Arthur Boyd ditampilkan bersama dengan karya seniman kontemporer seperti fotografer Jessie Boylan, dan seniman Aborijin, Jonathan Kumintjarra Brown, serta Tjariya Stanley.
Residu nuklir menyebar ke sebagian besar wilayah Australia
Pada tahun 2016, penulis dan dosen dari Fakultas Penelitian Pasca Sarjana Universitas James Cook, Liz Tynan menerbitkan Atomic Thunder - The Maralinga Stiry yang menceritakan tentang uji coba atom Inggris di Australia.
"Beberapa bom yang diledakkan di Maralinga, menjatuhkan residu ke berbagai tempat termasuk Adelaide. Beberapa dari mereka bahkan menyeberang ke pantai New South Wales, beberapa mengenai Darwin. Tapi sulit untuk mengaitkan hubungan sebab akibat antara residu nuklir dan masalah kesehatan," kata Liz Tynan.
Ia menulis tentang bagaimana beberapa bom menghasilkan dampak yang sangat berbahaya di sekitar lokasi yang berdekatan langsung dengan zona uji coba. Secara khusus, serangkaian uji coba itu disebut Vixen B, yang menyebarkan lebih dari 22 kilo plutonium 239 di Maralinga.
Peristiwa paling terkenal dan mengerikan lainnya adalah kontaminasi "kabut hitam", sebuah fenomena yang terjadi setelah senjata atom pertama (yang disebut Totem 1) diuji cobakan di Lapangan Emu, pada Oktober 1953.
"Beberapa jam kemudian di pemukiman di sebelah tenggara dari tempat uji coba, masyarakat Aborijin yang tinggal di daerah itu ... melihat apa yang mereka gambarkan sebagai kabut hitam. Itu adalah kabut yang sangat berminyak, tebal, mengganggu, dan bau, yang menyelimuti wilayah ini. Sejumlah warga Aborijin menjadi sangat sakit. Beberapa dari mereka meninggal. Beberapa dari mereka buta seperti Yami Lester yang masih kanak-kana pada saat itu," jelas Liz Tynan.
"Saya pikir kami bisa cukup yakin bahwa beberapa orang setidaknya tewas. Dan sejumlah orang terluka atau terpengaruh oleh paparan radiasi, meskipun ada masalah intrinsik yang terlibat dalam mengaitkan hubungan sebab akibat antara paparan radiasi dengan masalah kesehatan," kata Liz Tynan.
Secara total, 35 000 prajurit -yang terdiri dari 25.000 prajurit Inggris dan 10.000 Australia, bekerja di wilayah uji coba Maralinga antara tahun 1952 dan 1963. Ada juga warga sipil yang membangun desa pangkalan. Dan 2.000-3.000 warga Aborijin juga tinggal di sekitar Maralinga. Mereka dievakuasi tetapi beberapa lainnya terus melintasi zona uji coba.
Kini, tampaknya seni menjadi satu-satunya cara untuk mengekspresikan peristiwa tak terbayangkan itu. Dalam pameran tersebut, sebuah lukisan karya Tjariya Stanley yang berjudul ‘Puyu - Black Mist’, memberikan gambaran yang mencolok dari kabut hitam ini. Seniman penciptanya menggambarkan warga Aborijin duduk di kamp-kamp mereka di pedalaman, berbagi makanan.
"Kabut hitam di sini dilambangkan oleh ular hitam yang menyerang negara mereka ... dan orang-orang sakti Aborijin, para dukun, mencoba untuk menangkis kabut hitam misterius itu dengan melemparkan tulang," kata kurator JD Mittmann.
Mittmann bertanggung jawab atas sebuah lukisan dari sekelompok perempuan suku Pitjantjatjara-Anangu yang menceritakan kisah evakuasi 2000-3000 warga Aborijin yang juga tinggal di sekitar Maralinga. "Gaya hidup tradisional mereka berakhir, dan mereka semua digiring bersama-sama dan berkumpul di truk serta dibawa ke tempat baru - Yalata -hampir di dekat pantai."
- JD Mittmann, kurator Black Mist Burnt Country
"Saya tertarik untuk menciptakan sebuah karya baru dan melibatkan generasi muda, sehingga mereka bisa menunjukkan suara mereka sendiri dalam karya ini," kata Mittmann.
Menggunakan seni untuk ungkapkan cerita tak dikenal
JD Mittmann percaya bahwa pengetahuan tentang uji coba di Maralinga sangatlah sedikit. "Seni adalah sarana yang baik untuk menampilkan cerita dan bagian tertentu dari sejarah Australia ke hadapan publik," sebutnya.
Angela Robinson, seorang pengunjung pameran, belum pernah mendengar banyak tentang hal itu sebelumnya. "Jadi saya benar-benar tertarik untuk melihat bagaimana para seniman menafsirkan pengalaman mereka, orang-orang sebelum mereka dan bagaimana hal itu masih memengaruhi mereka hari ini," katanya.
Sebelumnya, sekelompok pelukis Australia adalah yang pertama menyuarakan perlawanan mereka terhadap percobaan senjata nuklir apa pun. Pada bulan Mei 1957, mereka menuntut segera diakhirinya uji coba nuklir dari Pemerintah Australia.
Tapi pada saat itu, di tengah-tengah perang dingin, pemerintah menganggap pengujian senjata nuklir Inggris sebagai kesempatan besar untuk menjamin keselamatan negara. Hal itu bahkan dipromosikan sebagai sumber kebanggaan nasional.
Dolcie Brooke, 90 tahun, yang mengunjungi pameran itu, teringat dirinya pernah membaca koran pada saat itu yang mengatakan bahwa 'tak akan ada cedera yang bisa terjadi'. Peringatan 60 tahun uji coba Maralinga kini memberikan kesempatan baru bagi semua warga Australia untuk membahas sejarah ini.
"Yang paling mengejutkan saya adalah betapa terabaikannya hal itu dan betapa sulitnya untuk memiliki akses ke informasi seperti ini. Benar-benar penting untuk memiliki pameran seperti ini dan terus mendiskusikannya," kata Angela Robinson.
Black Mist Burnt Country saat ini dipamerkan di Galeri Seni Ballarat hingga 5 Februari 2017, dan akan berada dalam tur keliling Australia selama dua tahun hingga Februari 2019.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
Diterjemahkan: 19:00 WIB 20/1/2017 oleh Nurina Savitri.