Rabu 25 Jan 2017 14:52 WIB

PBB Kecam Permukiman Baru Israel, AS Santai

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Agus Yulianto
Permukiman baru Israel
Foto: Reuters
Permukiman baru Israel

REPUBLIKA.CO.ID,  NEW YORK -- PBB mengecam rencana pembangunan permukiman baru Yahudi di daerah okupasi Tepi Barat, Rabu (25/1). Israel baru saja mengesahkan pembangunan 2.500 unit baru di beberapa wilayah Tepi Barat.

Juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric mengatakan, aksi unilateral itu adalah penghalang proses damai solusi dua negara. "Bagi Sekjen PBB, tidak ada rencana B untuk solusi dua negara," kata dia.

Dujarric menegaskan, dua pihak perlu menjaga negosiasi untuk mencapai tujuan dua negara yang aman dan damai. DK PBB, kata dia, padahal baru saja mengeluarkan resolusi beberapa pekan lalu yang menyeru Israel untuk menghentikan pembangunan permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

"Resolusi inilah yang membuat hubungan Netanyahu dan Presiden Barack Obama memburuk. AS melewatkan veto yang akhirnya meloloskan resolusi tersebut. Sejak saat itu Netanyahu msengatakan akan mengenyampingkan resolusi," katanya.

Terbukti, pengunguman pada Selasa adalah pengumuman kedua terkait permukiman kedua yang dilakukan Israel dalam kepemimpinan Donald Trump. Namun jadi pengumuman pembangunan permukiman baru pertama.

Miliarder AS itu mengindikasikan hubungan yang lebih akrab dengan Netanyahu. Saat ditanya soal rencana permukiman baru ini,  Juru bicara Trump, Sean Spicer tidak mengecamnya seperti yang dilakukan PBB.

"Israel tetap jadi sekutu yang besar untuk AS," kata Spicer dalam briefing pers Gedung Putih. Menurutnya, Trump ingin lebih dekat dengan Israel untuk memastikan mereka mendapat kehormatan yang dibutuhkan di Timur Tengah.

Sebagian besar unit perumahan baru akan berada di blok utama yang sudah ada. Menurut Menteri Pertahanan Israel, Avigdor Liberman, kabinetnya juga akan meminta persetujuan untuk pembangunan zona industri baru untuk Palestina di dekat Tarkumiya di Tepi Barat bagian selatan.

Presiden Palestina, Mahmoud Abbas mengecam, keputusan pada Selasa. Menurut sebuah pernyataan dari juru bicaranya, Nabil Abu Rudeina, keputusan itu ditolak Abbas. "Ini akan diikuti oleh banyak konsekuensi," kata dia.

Rudeina mengatakan, keputusan itu akan melumpuhkan upaya pengembalian keamanan dan stabilitas. Selain itu melecut ekstrimisme dan terorisme. "Keputusan ini akan menjadi batu penghalang di depan segala upaya pihak manapun untuk membentuk keamanan dan perdamaian," kata Rudeina.

Lebih lanjut, Abbas menyebut, ini provokasi dan mengabaikan dunia Arab juga komunitas internasional. Di sisi lain, Netanyahu memang mendapat tekanan dari sayap kanan untuk meningkatkan konstruksi permukiman saat pemerintahan Trump.

Di awal kepengurusan, Trump juga menyoroti isu pemindahan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem. Dalam briefing, Spicer mengatakan diskusi soal itu masih tahap awal dan belum ada keputusan yang dibuat.

sumber : CNN/BBC
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement