Ahad 29 Jan 2017 16:18 WIB

Reklame Gadis Berhijab Picu Ancaman Bom Terhadap Teater Canberra

Rep: Ewan Gilbert/ Red:
abc news
abc news

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Sikap rasisme sebagian masyarakat Australia terhadap komunitas Muslim di negara ini masih kentara. Buktinya, Pusat Teater Canberra dipaksa untuk menghapus unggahan status di media sosial terkait iklan Australia Day yang menampilkan dua gadis Muslim. Kondisi ini terjadi setelah pengelola teater itu diancam dengan kekerasan ekstrem.

Teater yang dikelola Pemerintah Negara Bagian ACT (wilayah khusus Australia) ini mengunggah status di media sosial pada hari Senin (23/1) lalu yang menyebut bahwa pihaknya "bangga untnuk menampilkan" iklan tersebut di layar besar Pusat Teater Canberra, hingga tanggal 26 Januari.

Tapi teater itu segera menghapus unggahan tersebut dan mengunci akun media sosial mereka setelah dibanjiri dengan pesan bernada mengancam.

Kelompok anti-Islam ‘Respect Australia’ mengunggah nomor kontak teater itu kepada para anggotanya dan mendorong mereka untuk menyatakan perasaan.

Unggahan itu telah menarik ratusan komentar termasuk seruan untuk meledakkan bom di gedung teater, membakar atau merusak layar iklan dengan batu bata.

"Ledakkan teater itu," tulis satu unggahan, “Bakar layar si**an itu", tulis komentar lainnya.

Sementara beberapa lainnya menyerukan "Warga ... pergi ke sana dan hancurkan" serta "Bakar reklamenya".

Dalam video yang ia unggah ke laman Facebook-nya sendiri, salah satu pengurus kelompok ‘Respect Australia’ terlihat bersama para pendukungnya di bagian depan teater, menuduh Pemerintah ACT bersikap seperti ‘bukan warga Australia’.

"Ini bukanlah masalah rasial, ini bukanlah diskriminasi agama atau sejenisnya, ini soal budaya Australia," kata sang pengurus dalam video itu.

 
Warga yang menentang mengunggah ketidaksetujuan mereka ke Facebook untuk mengancam Teater Canberra.

Facebook

Iklan disebut sebagai contoh multikulturalisme

Pusat Teater Canberra mengatakan, pihaknya akan terus menampilkan iklan tersebut tapi belum mengomentari sejumlah ancaman yang muncul.

Reklame itu pertama kali menjadi berita utama ketika ditarik dari wilayah Melbourne tenggara setelah perusahaan iklan dianiaya dan diancam karena menampilkan foto dua gadis berjilbab.

Aktivis anti-rasisme melobi dan menggalang dana untuk memasang kembali reklame itu.

Pada hari Senin (23/1/2017), Pemerintah ACT mengatakan, pihaknya mendukung kampanye itu dengan "menggunakan gambar tersebut di seluruh properti Pemerintah untuk menyambut Australia Day".

"Foto gadis-gadis muda ini adalah contoh yang luar biasa dari multikulturalisme," sebut pernyataan Pemerintah ACT.

"Gadis-gadis ini adalah warga Australia yang bangga tapi juga menghormati budaya leluhur mereka. Mereka adalah contoh yang baik dari Australia abad ke-21, yang harus dirayakan dan dilihat oleh sebanyak mungkin orang," tulis pernyataan Pemerintah ACT.

Rasisme akan selalu muncul

Ketua Menteri, Andrew Barr, mengecam reaksi terhadap iklan itu dan menyebutnya sebagai sikap "fanatik" dan "tidak rasional", seraya menambahkan bahwa Pemerintah tidak akan mundur.

"Kami tak boleh tunduk pada intimidasi semacam itu. Akan selalu ada orang rasis di komunitas manapun tapi saya tak akan membantu mereka di ACT,” jelasnya.

Unggahan Media Sosial
Unggahan ini menerima ratusan komentar.

Facebook

Andrew Barr memaparkan, "Jika ini ancaman serius maka ... orang-orang yang telah membuatnya harus ditangkap dan jeratan hukum diberlakukan kepada mereka.”

"Anda tak bisa mengancam untuk meledakkan sejumlah bangunan di negara ini tanpa menghadapi tuduhan kriminal," imbuhnya.

Menteri Barr mengatakan, ia yakin bahwa mayoritas warga Canberra mendukung reklame itu.

"Bagi mereka yang peduli akan isi dari iklan itu, saya punya pesan yang sangat sederhana: 'cari kegiatan, lupakan hal itu," sebut Andrew Barr.

Terkejut hal semacam ini terjadi di Canberra

Ketua Forum Komunitas Multikultural Canberra, Diana Abdel-Rahman, mengatakan, ancaman itu bukanlah karakter warga Canberra.

"Saya masih terkejut dan benar-benar terkejut bahwa sesuatu seperti ini akan terjadi di Canberra," ungkapnya.

Ia menuturkan, "Kami memiliki komunitas yang cukup banyak berkembang di sini, berkegiatan dan menerima perbedaan, kami menerima semua orang.”

"Tentu saja kami tidak setuju, tapi kami tak mengancam satu sama lain dengan kekerasan," imbuhnya.

Ia mengatakan, sebagian besar pelecehan itu munafik.

"Apa yang mengkhawatirkan saya adalah bahwa orang-orang yang sama yang mengancam dan bersikap kasar terhadap Muslim adalah orang-orang yang sama yang mengeluh tentang Muslim tak berintegrasi atau menjadi bagian dari masyarakat Australia," kata Diana Abdel-Rahman.

"Kadang-kadang saya benar-benar berpikir bahwa kami dihujat jika melakukannya dan tetap dihujat jika tidak melakukannya," sambungnya.

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

 

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement