Jumat 27 Jan 2017 14:42 WIB

Polisi Georgia Minta Maaf Atas Hukuman Mati Pria Kulit Hitam pada 1940

 Massa berkumpul memprotes aksi kekerasan yang dilakukan polisi dan menyebabkan tewasnya seorang remaja kulit hitam berusia 18 tahun. (Ilustrasi)
Massa berkumpul memprotes aksi kekerasan yang dilakukan polisi dan menyebabkan tewasnya seorang remaja kulit hitam berusia 18 tahun. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, ATLANTA -- Kepala polisi dari sebuah kota kecil di Georgia, Amerika Serikat, secara terbuka akan meminta maaf, pada Kamis waktu setempat (Jumat WIB) atas hukuman mati kepada seorang pemuda kulit hitam yang terjadi hampir 77 tahun yang lalu. Permintaan maaf sangat jarang terjadi di wilayah selatan negara itu.

Austin Callaway, nama pria kulit hitam tersebut, diculik oleh sekelompok orang kulit putih dari penjara di LaGrange, Georgia, pada September 1940. "Dia dibawa ke hutan dan ditembak mati," kata kepala polisi yang menjabat saat ini, Louis Dekmar.

Callaway, yang saat itu diperkirakan berumur sekitar 18 tahun, dipenjara atas tuduhan penyerangan terhadap seorang wanita kulit putih. Polisi di LaGrange, sekitar 112 km barat daya Atlanta, tidak pernah menyelidiki kematian Callaway atau menyimpan catatan tentang peristiwa sekelompok orang yang membobol penjara itu, kata Dekmar.

"Peristiwa tersebut seolah-olah telah terhapus dari memori warga kulit putih," kata Dekmar, seorang yang berkulit putih dalam sebuah wawancara telepon.

"Tapi warga kulit hitam masih ingat, saya ingin mengakui bahwa hal ini terjadi dan itu adalah sebuah kesalahan," ujarnya.

Upacara pengumuman permintaan maaf tersebut dijadwalkan berlangsung pada Kamis malam (Jumat WIB) di Gereja Persatuan Methodist yang terletak di bekas pabrik tekstil, di mana sekitar 48 persen kelompok warga yang tinggal disana berkulit hitam.

Dekmar (61) telah menjabat sebagai kepala polisi setempat selama 22 tahun. Ia mengaku, belum pernah mendengar tentang kasus Callaway hingga beberapa bulan yang lalu ketika seorang wanita lansia berkulit hitam mengunjungi kantor polisi.

Melihat foto-foto lama dari petugas di dinding, wanita tersebut berkata: "Mereka adalah orang-orang yang telah membunuh anggota warga kami," kenang Dekmar . Tertegun oleh ucapannya, ia mulai menyelidiki tentang peristiwa tersebut dan menanyai para warga.

EM Beck, seorang profesor di Universitas Georgia yang fokus dalam studi hubungan antar-ras, mengatakan, bahwa permintaan maaf seperti itu hampir tidak pernah terdengar, terutama di Georgia.

Lebih dari 3.800 orang yang sebagian besar berkulit hitam, digantung di AS Selatan antara 1877 dan 1950, baik melalui proses hukum ataupun secara diam-diam dilakukan oleh polisi, kata Beck. "Hal ini penting," kata Beck menanggapi pesan Dekmar ini. "Saya berharap departemen kepolisian lainnya akan memiliki keberanian untuk melakukan hal yang sama."

Ernest Ward, presiden dari organisasi lokal, Asosiasi Nasional untuk Kemajuan Kelompok Hak-Hak Sipil Warga Kulit Berwarna, mengatakan bahwa pernyataan ini dapat membangun kembali kepercayaan dengan masyarakat kulit hitam. "Sejarah telah terhapus, dan sekarang perlahan kembali," kata Ward.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement