REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pemerintah Turki mengatakan berencana membatalkan kesepakatan migran dengan Yunani. Perjanjian bilateral itu selama ini mendasari seluruh hal mengenai migrasi yang dicapai antara negara itu dengan keseluruhan Uni Eropa.
Rencana pembatalan kesepakatan datang setelah Yunani menolak melakukan ekstradisi delapan tentara Turki yang melarikan diri ke negara itu. Mereka adalah anggota militer yang terkait dengan kudeta yang terjadi di Turki pada Juli 2016 lalu.
Kementerian Luar Negeri Turki sebelumnya menyampaikan bahwa putusan yang dikeluarkan Mahkamah Agung Yunani sebagai sesuatu bermotif politik. Hal itu dianggap sebagai bentuk kegagalan dari upaya melawan terorisme. "Kami memprotes keputusan yang mencegah diadilinya orang-orang yang terlibat dalam kudeta Turki dan membuat nyawa presiden kami terancam dan 248 warga sipil tewas," ujar menteri luar negeri Turki Mevlut Cavusoglu, dilansir BBC, Jumat (27/1).
Mevlut mengatakan ancaman pembatalan kesepakatan migrasi dengan Yunani bukanlah sekadar kata-kata. Tindakan secara menyeluruh dalam untuk meniadakan perjanjian dengan Uni Eropa itu akan dilakukan.
Kesepakatan tersebut berlaku pertama kali pada Maret 2016 lalu. Di dalam ketentuan, Turki harus mengambil kembali migran yang menyebrang ke Yunani apabila mereka tidak mengajukan permohonan suaka atau bagi mereka yang pengajuannya ditolak.