REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran akan menghentikan masuknya warga negara Amerika Serikat ke negaranya. Hal ini sebagai balasan larangan visa Washington terhadap Teheran dan enam negara mayoritas muslim sebagaimana diumumkan Presiden Amerika Serikat terpilih Donald Trump belum lama ini.
"Sedangkan tetap menghormati orang Amerika dan membedakan antara mereka dan kebijakan bermusuhan Pemerintah AS, Iran akan menerapkan prinsip timbal balik sampai serangan keterbatasan AS terhadap warga negara Iran dicabut," sebagaimana pernyataan Kementerian Luar Negeri Iran, seperti dilansir Reuters pada Sabtu (28/1).
Iran dalam pernyataannya menyatakan, pembatasan terhadap perjalanan muslim ke Amerika merupakan penghinaan terbuka terhadap dunia Islam dan bangsa Iran khususnya. Larangan AS tentu akan membuat hampir tidak mungkin kerabat dan teman-teman yang sekitar satu juta Iran-Amerika untuk mengunjungi Amerika Serikat.
Sebelumnya juga pada Sabtu, Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan tidak ada waktu untuk membangun tembok antara bangsa-bangsa dan mengkritisi langkah untuk membatalkan perjanjian perdagangan dunia, tanpa menyebut nama Trump.
"Hari ini bukan waktu untuk mendirikan dinding antara bangsa-bangsa. Mereka lupa bahwa tembok Berlin jatuh tahun lalu," kata Rouhani dalam pidato yang disiarkan langsung di televisi pemerintah Iran.
"Untuk membatalkan kesepakatan perdagangan dunia tidak membantu ekonomi mereka dan tidak memberi pengembangan dan memekarkan dari ekonomi dunia," kata Rouhani.
Diketahui, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menandatangani perintah eksekutif mengenai pembatasan pengungsi dari negara yang dihuni mayoritas muslim. Setidaknya ada tujuh negara mayoritas muslim yang terdampak kebijakan kontroversial Trump.
Seperti dikutip dari laman AFP, Sabtu (28/1), bahwa Trump telah mengatur mengenai pembatasan masuknya warga dari Suriah ke AS selama 90 hari. Tak hanya itu, enam negara yang dihuni mayoritas Muslim lainnya yaitu Somalia, Irak, Iran, Libya, Sudan, dan Yaman juga bernasib serupa.