REPUBLIKA.CO.ID, Inggris dan Uni Soviet membuat kesepakatan dengan Iran untuk menawarkan perlindungan terhadap negara tersebut, pada 29 Januari 1945. Kedua negara itu juga ingin menciptakan "koridor Persia" di Iran untuk mengamankan rute pasokan dari Barat ke Uni Soviet.
Dilansir dari History, pada awal Perang Dunia II, Iran bekerja sama dengan Jerman dengan mengekspor biji-bijian untuk ditukar dengan teknisi senjata. Namun kemudian, sekutu melihat Iran sebagai negara berharga yang penuh dengan minyak dan memiliki lokasi strategis sebagai rute pengiriman bahan baku perang ke Uni Soviet.
Pada 25 Agustus 1941, Inggris dan Uni Soviet mulai menginvasi Iran. Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill, lebih suka menyebut wilayah itu dengan sebutan "Persia," sehingga tidak akan ada kebingungan antara "Iran" dan "Irak".
Pasukan Uni Soviet menyerang dari utara dan pasukan Inggris menyerang dari Selatan. Dalam empat hari, Sekutu secara efektif dapat mengendalikan Iran.
Pada 16 September, Shah Iran turun tahta dan digantikan anaknya, Muhammad, yang masih berusia 23 tahun. Shah baru kemudian membawa Iran untuk bersedia menandatangani Perjanjian Aliansi, yang memungkinkan Sekutu bebas mengambil apa pun yang mereka butuhkan dari Iran, demi memenangkan perang.
Sebagai gantinya, Iran dijanjikan perlindungan selama masa perang dari invasi Axis. Iran juga diberi jaminan bahwa Sekutu akan meninggalkan tanah Iran dalam waktu enam bulan selama penutupan perang.
Kesepakatan mulai menimbulkan masalah. Uni Soviet membeli sebagian besar gandum Iran, yang menyebabkan kelangkaan di dalam negeri dan kerusuhan di jalan-jalan. Pasukan sekutu berusaha meredam amarah rakyat Iran dan meminta Amerika Serikat (AS) mengekspor biji-bijian ke Iran untuk mengganti kerugian.
Uni Soviet kemudian mencoba untuk menggulingkan Shah Muhammad dengan mendukung Partai Tudeh, yang diyakini akan lebih murah hati dalam konsesi minyak. Partai Tudeh berhasil mengambil alih Iran utara sementara pada Desember 1944.
Ketika perang berakhir, Sekutu mulai meninggalkan Iran seperti yang dijanjikan, namun Uni Soviet menolak pergi. PBB mengecam, dan Amerika Serikat serta Inggris turut menekan Uni Soviet karena dianggap telah melanggar salah satu ketentuan Perjanjian Aliansi.
Uni Soviet akhirnya mulai menarik keluar pasukannya dari Iran pada April 1946. Tetapi meski mereka menarik diri, mereka terus mendorong pemberontakan berdarah antara pemerintah Shah dan Partai Tudeh. Partai Tudeh berhasil dikalahkan pada Desember 1946 ketika Shah menyatakan darurat militer.