REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Keamanan Dalam Negeri AS John Kelly menjelaskan lebih rinci soal perintah eksekutif larangan Muslim masuk AS, Selasa (31/1). Menurutnya, larangan akan termasuk pengetatan pemeriksaan media sosial.
Pelancong dari tujuh negara mayoritas Muslim harus menyertakan akun media sosial dan kontak telepon mereka jika ingin mengajukan visa masuk AS. Kelly menilai tujuh negara itu tidak punya hukum terkait.
"Ada banyak negara, tujuh yang sekarang kita urus, yang dalam pandangan kami tidak punya semacam penegakan hukum, penyimpanan catatan, yang seperti itu," kata Kelly dalam konferensi pers, dikutip Aljazirah.
Atas alasan tersebut, otoritas AS akan menyelidiki penggunaan media sosial dan kontak telepon setiap pengajuan visa sehingga otoritas tahu siapa mereka dan siapa yang mereka hubungi. Tujuh negara yang ada dalam perintah eksekutif Trump adalah Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman. Setelah mendapat banyak kritikan, Kelly menolak klaim perintah eksekutif tersebut khusus menargetkan Muslim.
"Mayoritas dari 1,7 miliar Muslim di planet ini masih bisa masuk AS," kata dia.
Menurutnya, sasaran mereka sangat kecil dan hanya terjadi untuk sementara waktu hingga otoritas AS memiliki prosedur matang dalam menangani imigrasi. Meski demikian, Kelly tidak menutup kemungkinan larangan bisa diperpanjang. Menurutnya, sejumlah negara yang saat ini berada dalam daftar masih bisa tetap dalam daftar untuk waktu yang belum ditentukan.
Penerapan perintah ini telah membawa sejumlah kekacauan di bandara kedatangan internasional. Pada Senin, sekitar 721 orang ditolak saat mendarat di bandara.