Rabu 01 Feb 2017 10:07 WIB

Iran Tolak Konfirmasi Uji Coba Rudal

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Ani Nursalikah
Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif.
Foto: Reuters
Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif pada Selasa (31/1) menolak mengonfirmasi apakah negaranya baru-baru ini melakukan uji coba rudal. Ia mengatakan program rudal Iran bukan merupakan bagian dari kesepakatan nuklir 2015 dengan kekuatan dunia.

Dewan Keamanan PBB akan bertemu secara pribadi atas permintaan pemerintahan Trump nanti. Sementara itu Duta besar AS Nikki Haley mengatakan dunia harus khawatir setelah uji coba Iran tersebut, dan dia meminta dewan harus mengambil tindakan.

Haley menyebut uji rudal balistik jarak menengah benar-benar tidak dapat diterima. Menurutnya Iran terlalu naif jika berpikir AS dan negara-negara lain menerima anggapan bahwa pihaknya tidak berniat menyerang negara manapun.

"Saya akan memberitahu orang-orang di seluruh dunia ini adalah sesuatu yang kita harus khawatirkan. Amerika Serikat tidak naif. Kami tidak akan diam. Anda akan melihat kami memanggil mereka seperti yang kita katakan, dan Anda juga akan melihat kami bertindak," ujar Halley, Rabu (1/2).

Baca: Iran Luncurkan Uji Rudal Balistik Jarak Menengah

Selama konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Marc Ayrault, Zarif ditanya apakah Iran telah melakukan uji coba rudal baru-baru ini.

"Masalah rudal bukan bagian dari kesepakatan nuklir karena semua penandatangan kesepakatan nuklir telah diumumkan, isu rudal bukan merupakan bagian dari kesepakatan," katanya.

Ia menambahkan, rudal Iran tidak dirancang untuk kemampuan membawa hulu ledak nuklir. Sedangkan rudal balistik mereka dirancang untuk membawa hulu ledak normal dalam bidang pertahanan yang sah.

Seorang pejabat pertahanan AS mengatakan pada Senin (30/1) bahwa uji coba rudal berakhir gagal dan masuk kembali ke atmosfer bumi. Pejabat itu tidak punya rincian lainnya, termasuk jenis rudal. Juru bicara Departemen Luar Negeri Mark Toner mengatakan AS sedang mencari apakah uji coba rudal balistik melanggar resolusi 2015 Dewan Keamanan.

Zarif mengatakan ia berharap masalah ini tidak digunakan sebagai alasan untuk beberapa permainan politik oleh pemerintahan AS yang baru. "Orang-orang Iran tidak akan pernah membiarkan pertahanan mereka untuk tunduk pada izin dari orang lain."

Iran telah lama membual memiliki rudal yang dapat melakukan perjalanan 2.000 kilometer (1.243 mil), menempatkan sebagian besar Timur Tengah, termasuk Israel, dalam jangkauan. Iran mengatakan rudal adalah kunci untuk menghalangi AS atau Israel untuk menyerang negaranya.

Dalam video yang diposting di halaman Facebook-nya Senin (30/1), Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan ia berencana membahas Iran di pertemuan dengan Presiden Donald Trump di Washington mendatang. "Saya berniat untuk membahas bersamanya tentang pembaruan sanksi terhadap Iran, sanksi terhadap rudal balistik dan sanksi tambahan terhadap teror dan juga untuk mengurus gagalnya kesepakatan nuklir," kata Netanyahu.

Haley, mengatakan rudal yang diuji pada Ahad (29/1) kemarin memiliki jangkauan 300 kilometer.

Duta PBB Inggris, Matthew Rycroft, mengatakan Dewan Keamanan memutuskan untuk merujuk uji coba ke komite yang menangani masalah Iran dan meminta penyelidikan. Ini adalah prosedur yang sama yang telah dilakukan dengan tes rudal Iran sebelumnya. Resolusi Dewan Keamanan 2015 dibuat setelah Iran mencapai kesepakatan nuklir dengan kekuatan dunia, dengan menyerukan Iran untuk tidak mengambil tindakan terkait dengan rudal balistik yang dirancang untuk mampu memberikan senjata nuklir.

Zarif mengatakan peluncuran rudal balistik tidak dilarang di bawah Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231. Karena larangan hanya berlaku untuk rudal khusus yang dirancang untuk membawa hulu ledak nuklir.

Uni Eropa menyerukan Iran untuk menahan diri dari kegiatan yang memperdalam ketidakpercayaan. Juru bicara kebijakan luar negeri Uni Eropa Nabila Massrali mengatakan uji coba rudal balistik tidak akan melanggar kesepakatan nuklir dengan kekuatan dunia, tetapi menandakan mereka tidak konsisten dengan Resolusi 2231. "Apakah itu merupakan pelanggaran, Dewan Keamanan yang menentukan," katanya.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement