REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Beberapa hari setelah Presiden AS Donald Trump dikukuhkan, Pemerintah Israel mengumumkan rencananya membangun 2.500 rumah lagi buat pemukim Yahudi di Tepi Barat Sungai Yordan.
Pada masa lalu, pengumuman seperti itu dengan cepat dikutuk Amerika. Tapi sekali ini, pengumuman tersebut berjalan mulus buat Pemerintah Yahudi.
Itu adalah pesan perpisahan dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kepada mantan presiden AS Barack Obama. Kedua pemimpin itu seringkali bentrok mengenai masalah yang membuat tegang hubungan mereka.
Pada saat pengumuman tersebut, Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman mengatakan Israel melanjutkan kehidupan normal di Judea dan Samaria (nama Tepi Barat di dalam kitab suci Yahudi). Pemerintah sayap-kanan di Israel merasa terbatas selama bertahun-tahun pemerintahan Obama. Walaupun pembangunan permukiman berlanjut, itu berlangsung dengan langkah yang tidak memuaskan buat Netanyahu dan sekutunya.
Rencana pembangunan Israel tentu saja mengakibatkan kemarahan rakyat Palestina. Kekhawatiran mereka, bersama dengan kebanyakan masyarakat internasional, ialah cengkeraman Israel makin ketat di Tepi Barat Sungai Yordan, harapan untuk mewujudkan negara mereka menjadi makin suram.
Rakyat Palestina memandang Tepi Barat sebagai bagian penting dari negara masa depan mereka. Permukiman Yahudi di Tepi Barat telah menjadi topik perdebatan sejak pasukan Israel merebut Tepi Barat selama Perang Timur Tengah 1967.
Setelah Tepi Barat berada dalam cengkeramannya, Israel segera memulai permukiman orang Yahudi di daerah tersebut. Namun Israel tak pernah secara resmi mencaplok wilayah itu, selain Yerusalem Timur.
Di Tepi Barat, yang seringkali dirujuk oleh Israel dengan namanya di dalam Kitab Zabur sebagai Judea dan Samaria, ada sebanyak 385 ribu pemukim Yahudi, hampir tiga-kali-lipat jumlah mereka pada 1993, ketika Kesepakatan Oslo ditandatangani.
Masyarakat internasional terlibat pertikaian dengan Israel mengenai masalah itu, sehingga negeri tersebut terkucil di banyak kancah internasional. Namun baru belum lama ini lah Dewan Keamanan (DK) PBB mengesahkan esolusi yang mengutuk Israel, dan menyatakan Permukiman Yahudi tidak sah.
"Menurut Konvensi Jenewa dan Peraturan Den Haag, kekuatan pendudukan tak bisa memindahkan penduduknya sendiri ke wilayah pendudukan dan ini lah yang dilakukan Israel sejak 1967. Israel tidak sungguh-sungguh memutuskan mengenai apa yang akan dilakukan dengan wilayah ini. Di satu sisi, Israel tidak mencaploknya dan memberi kewarganegaraan kepada setiap orang yang tinggal di daerah ini. Sebaliknya, Israel mengirim penduduknya sendiri untuk pergi dan tinggal di daerah ini," kata Anat Ben Nun.
Anat Ben Nun adalah Direktur Pembangunan dan Hubungan Luar Negeri di Peace Now, organisasi Israel yang bertujuan mendorong penyelesaian dua-negara antara Israel dan Palestina dan berfungsi sebagai pengawas permukiman, yang memantau perkembangannya di lapangan. Ia menjelaskan ketentuan hukum mengenai wilayah itu, sebagaimana banyak pihak di kalangan masyarakat internasional memandangnya.
Israel menyatakan memiliki hak berdasarkan kitab suci atas tanah tersebut tapi juga keperluan keamanan. Kehadiran Israel di Tepi Barat diduga banyak pihak di negeri itu bertujuan mengamankannya dari upaya Palestina untuk menyerangnya.