Ahad 05 Feb 2017 18:19 WIB

Suku Rohingya Alami Politik Apartheid

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Bilal Ramadhan
Anak-anak mendaur ulang barang dari reruntuhan pasar yang dibakar di sebuah desa Rohingya luar Maugndaw di negara bagian Rakhine, Myanmar, 27 Oktober 2016. Gambar diambil tanggal 27 Oktober 2016.
Foto: Reuters/ Soe Zeya Tun
Anak-anak mendaur ulang barang dari reruntuhan pasar yang dibakar di sebuah desa Rohingya luar Maugndaw di negara bagian Rakhine, Myanmar, 27 Oktober 2016. Gambar diambil tanggal 27 Oktober 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, RAKHINE -- Suku Rohingya tinggal di Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Mereka tinggal di Rakhine di wilayah utara. Mereka hidup dalam kondisi yang menyedihkan seperti kondisi era politik apartheid zaman dahulu di Afrika Selatan.

Seperti dilansi Aljazirah, Sabtu, (4/2) hingga saat ini Yangon tak mengakuiRohingya sebagai etnik minoritas mereka. Yangon menyebut suku Rohingya sebagai migran ilegal yang berasal dari Bangladesh. Padahal banyak suku Rohingya yang hidup di Myanmar dari generasi ke generasi.

Investigasi yang dilakukan oleh Pemerintah Myanmar sendiri tak menunjukkan jika pasukan keamanan Myanmar melakukanoperasi pemusnahan suku Rohingya. Meskipun faktanya mereka melakukan pemusnahan terhadap suku Rohingya dan buktinya sudah tersebar ke seluruh dunia lewat berbagai media.

Saat ini terdapat66 ribu suku Rohingya melarikan diri dari Rakhine menuju Bangladesh sejak pasukan keamanan melakukan operasi balas dendam karena pos polisi di perbataaan diserang pada 9 Oktober lalu.

Menurut data lembaga kemanusiaan PBB baru-baru ini, jumlah pengungsi Rohingya ke Bangladesh mencapai69 ribu orang. Ini menunjukkan adanya gelombang pengungsian yang dilakukan terus-menerus ke Bangladesh.

Seperti dilansir Independent, bayi dan anak-anak digorok dengan pisau selama kampanye militer pasukan keamanan Myanmar. Ini merupakan laporan PBB yang isinya mengerikan. Bayi berusia delapan bulan, lima tahun, dan enam tahun dilaporkan dibunuh dengan cara ditusuk sampai mati di rumah mereka selama operasi pemusnahan suku Rohingya.

Laporan PBB mengenai kondisi mengerikan suku Rohingya diterbitkan di Jenewa, setelah para investigator mengumpulkan testimoni dari para korban dan saksi suku Rohingya yang melarikan diri dari Rakhine ke Bangladesh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement