REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV - Parlemen Israel menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) kontroversial untuk melegalkan permukiman Yahudi yang dibangun di Palestina. Keputusan itu merupakan konfrontasi yang tak terelakkan Israel dengan masyarakat internasional.
RUU tersebut akan membuka jalan bagi Israel untuk memberikan legalitas bagi ribuan rumah Yahudi yang dibangun secara ilegal di atas tanah milik pribadi warga Palestina. Di dalam RUU disebutkan, warga Palestina pemilik tanah asli akan mendapatkan kompensasi baik berupa uang atau berupa lahan pengganti, bahkan jika mereka menolak menyerahkan tanah mereka.
Undang-Undang ini adalah langkah terbaru dari serangkaian upaya pro-permukiman yang dilakukan oleh Israel, sejak pelantikan Presiden AS Donald Trump. Israel juga telah mengumumkan rencana pembangunan 6.000 rumah Yahudi baru di wilayah Palestina dalam dua pekan terakhir.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengatakan ia akan segera memberitahu Gedung Putih bahwa pengesahan RUU akan dilakukan malam ini. Ia memberi pernyataan di akhir kunjungannya ke London untuk bertemu dengan Perdana Menteri Inggris Theresa May, Senin (6/2).
Anggota Parlemen Israel, Bezalel Smotrich, memuji undang-undang baru itu. Ia menggambarkan pengesahan undang-undang sebagai bagian dari peristiwa bersejarah bagi gerakan permukiman Israel. "Hari ini Israel memutuskan bahwa pembangunan permukiman di Yudea dan Samaria (Tepi Barat) adalah bagian dari kepentingan Israel. Dari sini, kita dapat memperluas kedaulatan Israel di Tepi Barat dan terus membangun permukiman di seluruh negeri," kata Smotrich.
Sementara, Undang-Undang baru itu ditentang oleh pemimpin oposisi Israel, Isaac Herzog, menjelang pengesahan. Ia memperingatkan, Undang-Undang tersebut dapat menyebabkan Israel diadili di peradilan pidana internasional. "Jika diibaratkan kereta barang, Undang-Undang itu akan membawa dakwaan internasional ke hadapan prajurit dan perwira Israel dan Yahudi. Dakwaan itu akan ditandatangani sendiri oleh Perdana Menteri Israel," kata dia, dikutip The Guardian.
Utusan PBB untuk Timur Tengah, Nickolay Mladenov, turut memberikan peringatan kepada Israel. Ia mengatakan ada konsekuensi yang akan diterima Israel jika mengesahkan RUU itu. "Jika disahkan menjadi Undang-Undang, RUU itu akan memberikan konsekuensi yang luas bagi Israel dan mengurangi prospek perdamaian Arab-Israel," jelas Mladenov.