REPUBLIKA.CO.ID, VITORIA -- Polisi di Vitoria, Brasil, telah mencapai kesepakatan untuk menghentikan aksi pemogokan, Jumat (10/2). Mereka berjanji untuk kembali bertugas setelah mendapat ancaman pidana pemberontakan.
Para petugas keamanan tersebut melakukan pemogokan selama satu pekan, tepatnya mulai Sabtu (4/2) lalu. Polisi tidak lagi berpatroli di kota tersebut karena menuntut upah yang lebih tinggi, serta adanya uang tambahan untuk bekerja di malam hari dan menghadapi situasi berbahaya.
Hal itu kemudian memicu terjadinya gelombang kekerasan, yang menyebabkan 120 orang dilaporkan tewas. Sejumlah kejahatan terjadi, mulai dari penjarahan, penembakan, serta pembajakan mobil.
Aktivitas masyarakat juga terhenti karena kondisi keamanan yang mengkhawatirkan. Seluruh sekolah, pusat kesehatan, dan pertokoan ditutup sementara waktu.
Saat ini, kesepakatan pemerintah di negara bagian Espirito Santo telah mencapai kesepakatan dengan polisi. Sebelumnya, sekitar 700 polisi di antara mereka dikatakan akan menghadapi hukuman negara karena aksi pemberontakan.
Pemerintah juga sempat menandatangani dekrit untuk membuat 3.000 tentara dapat mengambil alih sementara tugas polisi yang mogok. Dalam satu pekan terakhir, mereka berada di sepanjang jalan-jalan di Vitoria.
Selain di Vitoria, protes polisi juga sempat melanda Rio De Janeiro. Mereka meminta agar pembayaran gaji ditingkatkan.
Namun, para petugas di kota itu tidak melakukan aksi mogok. Sebagian besar wilayah tetap berada dalam kondisi stabil dan patroli terus berlanjut oleh polisi.