Sabtu 11 Feb 2017 17:14 WIB

Donald Trump akan Terbitkan Perintah Eksekutif Baru Soal Imigrasi

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Presiden AS Donald Trump.
Foto: AP Photo/Pablo Martinez Monsivais
Presiden AS Donald Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tengah mempertimbangkan untuk mengeluarkan sebuah perintah eksekutif baru. Hal ini dilakukan untuk mencegah warga dari sejumlah negara untuk datang ke Amerika Serikat.

Menurut milliarder itu, perintah eksekutif baru mungkin akan dikeluarkan pada pekan depan. Namun, belum dapat dipastikan apakah nantinya ia hendak menetapkan kebijakan imigrasi serupa dengan sebelumnya, yaitu melarang warga dari tujuh negara mayoritas Muslim masuk ke AS.

Trump hanya mengatakan hendak mengubah sedikit. Namun, tidak memberi rincian bagaimana kebijakan larangan baru yang saat ini kembali ia susun bersama dengan tim administrasinya. "Sangat sedikit yang akan berubah dan tentunya kebiajakan imigrasi baru harus diterapkan di AS," ujar Trump dalam sebuah wawancara di atas pesawat Air Force One, dilansir BBC, Sabtu (11/2).

Sebelumnya, pria berusia 70 itu juga berjanji untuk berusaha maksimal agar kebijakan imigrasi yang ia tetapkan diberlakukan kembali. Ia bersumpah untuk memenangkan putusan yang sah secara hukum.

Kebijakan yang melarang warga dari tujuh negara mayoritas Muslim masuk ke AS untuk sementara waktu dicabut pertama kali oleh seorang hakim federal bernama James Robart di pengadilan Seattle. Saat itu, hakim berpendapat ada dasar hukum yang memungkinkan aturan tersebut ditentang.

Kemudian, Trump melalui Departemen Kehakiman melakukan upaya banding. Ia mendesak agar kebijakan yang disebut olehnya sebagai strategi mencegah teroris datang ke AS, untuk diberlakukan kembali.

Namun, di pengadilan banding yang dikenal dengan sebutan 9th US Circuit of Appeals itu, menegaskan putusan dari pengadilan Seattle tidak akan dihalangi. Dengan demikian, seluruh pemegang visa yang berasal dari tujuh negara yaitu Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah, dan Yaman tetap dapat kembali masuk ke AS.

Pengadilan banding menilai Pemerintah AS gagal untuk memberi bukti signifikan dalam menegakkan kebijakan imigrasi. Hal itu dirasa tidak dapat efektif mencegah keamanan dan terorisme yang mungkin terjadi di Negeri Paman Sam. "Ini adalah keputusan yang memalukan! Nampaknya kami akan terus bertempur dan pasti memenangkannya," kata Trump.

Ia juga menegaskan bahwa perintah eksekutif penting ditetapkan untuk meningkatkan keamanan nasional. Tindakan secepatnya akan dilakukan Trump untuk melindungi AS dari berbagai ancaman bahaya. Saat ini, Trump mengatakan bahwa seluruh petugas imigrasi sudah diimbau untuk memperketat pengamanan. Mereka akan secara lebih berhati-hati melakukan prosedur pemeriksaan. "Saya telah menginstruksikan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS untuk memeriksa setiap orang yang datang ke AS dengan sangat hati-hati," kata Trump.

Sejumlah protes di seluruh AS dan banyak negara lain terus bermunculan sejak Trump menetapkan kebijakan imigrasi yang dinilai diskriminatif tersebut. Belum lagi kekacauan timbul karena aturan yang dikeluarkan pada 27 Januari ini dinilai membingungkan.

Salah satunya adalah apakah semua orang yang terkait dengan tujuh negara yang termasuk dalam kebijakan itu tidak boleh datang ke AS. Termasuk mereka yang memiliki kewarganegaraan ganda seperti Inggris dan Iran, bahkan warga yang telah mendapatkan Kartu Hijau (Green Card) dan sah sebagai penduduk tetap di Negeri Paman Sam.

Beberapa pengamat hukum di AS juga menilai sangat sulit bagi Trump untuk menetapkan larangan tersebut. Hal itu di antaranya karena alasan yang ia kemukakan dianggap tidak sepenuhnya rasional dalam menciptakan keamanan nasional AS. "Trump harus berjuang meyakinkan pengadilan bahwa kebijakan itu diperlukan untuk keamanan nasional, tapi kenyataannya banyak hakim di AS yang tidak sependapat," kata seorang profesor hukum konstitusi dari Universitas Michigan, Richard Primus dilansir Middle East Monitor.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement