Selasa 14 Feb 2017 12:50 WIB

Jerman Berencana Bentuk Armada Perang Gabungan Eropa

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Perdana Menteri Belgia Charles Michel (tengah belakang) berbicara dengan Presiden Prancis Francois Hollande (kiri) dan PM Luxembourg Xavier Bettel (kanan). Tampak Kanselir Jerman Angela Merkel berpakaian biru.
Foto: Pascal Rossignol, Pool Photo via AP
Perdana Menteri Belgia Charles Michel (tengah belakang) berbicara dengan Presiden Prancis Francois Hollande (kiri) dan PM Luxembourg Xavier Bettel (kanan). Tampak Kanselir Jerman Angela Merkel berpakaian biru.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Pemerintah Jerman akan memperluas kerja sama militer dengan Prancis dan beberapa negara lainnya di Eropa. Pekan ini, rencana untuk mendirikan sebuah armada perang gabungan tengah diupayakan sebagai langkah awal.

Selain dengan Prancis, Jerman juga bekerja sama dengan Norwegia. Rumania, dan Ceska. Hal ini sekaligus menjadi bagian dari kerja sama pertahanan Eropa yang disepakati dalam pertemuan NATO di Brussels, Belgia.

Kerja sama militer Jerman dan anggota NATO lainnya dilakukan menyusul tekanan dari Amerika Serikat (AS) untuk mencapai target organisasi internasional keamanan tersebut. Termasuk untuk membelanjakan keperluan pertahanan.

Deklarasi yang dibuat pada Oktober 2016 lalu menyerukan Jerman untuk membeli empat hingga enam pesawat Lockheed. Kemudian, Prancis juga diminta untuk memiliki jenis kendaraan militer serupa dalam beberapa tahun ke depan.

Selain itu, Jerman juga akan menandatangani deklarasi untuk bergabung dengan armada multinasional Eropa. Selama ini, Belanda telah memimpin pasukan kendaraan pertahanan, bersama dengan Luksemburg.

Dengan Norwegia, perjanjian kerja sama pertahanan juga mencakup pengadaan kapal selam dan rudal. Pelatihan militer bersama akan dilakukan, bersama dengan pemasokan logistik, dan upaya pemeliharaan perangkat-perangkat keamanan.

Kemudian Jerman juga melakukan pelatihan militer bersama dengan Ceska. Penyebaran pasukan darat juga dilakukan di negara itu dan Rumania.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement