Rabu 15 Feb 2017 11:00 WIB

Terjadi Peningkatan Penjualan Gadis Rohingya di Luar Negeri

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Agus Yulianto
Seorang wanita pengungsi Rohingya menangis sambil menggendong bayinya (Ilustrasi)
Foto: Andrew Biraj/Reuters
Seorang wanita pengungsi Rohingya menangis sambil menggendong bayinya (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Seorang gadis Rohingya dengan kerudung warna hijau toska menangis saat ia mengingat kenangan pahitnya. Dia harus melarikan diri ke Malaysia saat kekerasan dan pembunuhan suku Rohingya terjadi di Rakhine. Saat itu dirinya baru berusia 12 tahun.

Namun saat datang ke Malaysia, bukan kebahagiaan yang diraihnya. Ia malah dipaksa menikah dengan laki-laki yang lebih tua satu dekade lebih daripada dia.

Ternyata, gadis ini dijual oleh penyelundup manusia ke laki-laki Rohingya yang tinggal di sekitar Malaysia. Ia terpisah dari keluarganya saat melarikan diri dari Rakhine ke Malaysia dan ditemukan oleh penyelundup manusia.

Saat ditangkap penyelundup manusia, dia dipaksa tinggal di tenda yang sangat jorok di tengah hutan perbatasan Thailand-Malaysia. Ia ditangkap bersama puluhan orang lainnya.

Penyelundup tersebut mengatakan, kepadanya jika ia mau menikah dengan laki-laki yang lebih tua itu, maka ia akan dibebaskan. "Agen itu mengatakan pada saya kalau saya telah dijual kepada laki-laki itu dan saya bertanya bagaimana mungkin kamu melakukan hal itu. Saya jadi begitu sedih dan sangat takut," kata gadis itu saat diwawancara di Kuala Lumpur, Selasa, (14/2).

Selama ini, sudah biasa kalau perempuan Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar harus menikah dengan laki-laki Rohingya di negara mereka, melakukan migrasi. Biasanya, pernikahan diatur oleh antarkeluarga. Bahkan menurut kelompok HAM, sejumlah pernikahan dilakukan dengan gadis-gadis di bawah umur.

Terjadi peningkatan penjualan gadis Rohingya kepada laki-laki Rohingya untuk dinikahi. Pelakunya adalah para penyelundup manusia. Direktur Eksekutif Fortify Rights yang bergerak dalam perlindungan migran, Matthew Smith mengatakan, terjadi peningkatan signifikan jumlah gadis kecil yang menikah setelah terjadinya kekerasan di Rakhine. Namun memang tak ada angka statistik berapa jumlahnya.

Pada 2015, Komisaris Tinggi untuk Pengungsi PBB melaporkan terdapat 120 gadis kecil Rohingya menikah. Namun, tak diketahui berapa dari mereka yang merupakan korban penyelundupan manusia.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement