Sabtu 18 Feb 2017 17:16 WIB

Kisah Mantan Militan Isis yang Menyesal

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Winda Destiana Putri
ISIS
Foto: Reuters
ISIS

REPUBLIKA.CO.ID, SULAIYMANIYA -- Amar Hussein, mantan militan ISIS yang ditangkap intelijen Kurdi, mengatakan dia membaca Alquran sepanjang hari di dalam sel penjara dan selalu berdoa agar dapat menjadi orang yang lebih baik. Selama bergabung dengan ISIS, dia mengaku telah memperkosa lebih dari 200 perempuan dari minoritas Irak dan kini menunjukkan beberapa penyesalan.

Hussein mengatakan komandan lokal ISIS yang memimpinnya, memberi lampu hijau kepada dia dan militan lainnya untuk memperkosa perempuan Yazidi dan perempuan lain sebanyak apapun yang mereka inginkan. "Ini normal," kata Hussein.

Hussein juga mengaku ia pindah dari rumah ke rumah di beberapa kota di Irak untuk memperkosa, saat ISIS meraih kejayaan di negara tersebut. Para pejabat keamanan Kurdi mengatakan mereka memiliki bukti Hussein telah memperkosa dan membunuh banyak korban, tetapi mereka belum mengetahui pasti jumlah korbannya.

Intelijen Kurdi menangkap Hussein dan sejumlah militan ISIS selama melakukan serangan di kota Kirkuk pada Oktober lalu. Sebanyak 63 militan ISIS tewas di kota itu.

Saksi dan pejabat Irak mengatakan, para militan ISIS mulai memperkosa perempuan Yazidi di Irak utara pada 2014 lalu. Militan banyak menculik perempuan Yazidi dan membunuh saudara laki-laki mereka.

Hussein mengaku, ia juga menewaskan sekitar 500 orang sejak bergabung dengan ISIS pada 2013. "Kami menembak siapa pun yang kami inginkan untuk ditembak dan memenggal siapapun yang kami perlu untuk dipenggal," kata Hussein.

Dia ingat bagaimana ia dilatih oleh pemimpinnya untuk membunuh, yang dianggapnya sulit. "Tujuh, delapan, sepuluh orang pada satu waktu. Lalu 30 atau 40 orang. Kami membawa mereka ke padang gurun dan membunuh mereka," ungkap dia.

Pada akhirnya, ia menjadi sangat terbiasa dan tidak pernah ragu-ragu untuk membunuh. "Saya memaksa mereka untuk duduk, memberikan penutup mata pada mereka dan menembakkan api peluru ke kepala mereka. Itu normal," ujar Hussein.

Agen kontra-terorisme Kurdi mengatakan, Hussein merupakan salah satu militan yang sulit ditaklukkan, saat pertama . "Dia begitu kuat, dia berusaha melepaskan borgol plastik dari tangannya," kata salah satu petugas.

Hussein mengatakan, ia adalah korban dari segala kesulitan hidup. Ia adalah hasil dari anak 'broken home' yang hidup dalam kemiskinan di kampung halamannya di Mosul. "Saya tidak punya uang. Tidak ada yang mengatakan 'ini salah, ini benar.' Tidak ada pekerjaan. Saya punya teman tapi tidak memberikan nasihat," kata Hussein, yang hanya ditemani selimut tebal dan Alquran di selnya.

Hussein yang kini memasuki usia 21 tahun, memulai karirnya sebagai seorang militan ISIS ketika dia berusia 14 tahun. Dia tertarik untuk melakukan jihad, setelah mendengar pengkhotbah masjid setempat. Ia kemudian bergabung dengan Alqaedah dan menunggu proses hukum sebagai anggota ISIS, yang merupakan cabang Alqaedah.

Selain Hussein, Ghaffar Abdel Rahman, juga memberikan kesaksian sebagai petugas pos pemeriksaan dan logistik bagi ISIS. Pria berusia 31 tahun itu berjenggot panjang dan menjelaskan perannya dengan tatapan kosong.

Dia mengaku menembaki pasukan keamanan dalam serangan di Kirkuk, tapi ia mengatakan tidak pernah membunuh siapa pun. Ia dan saudaranya terpaksa bergabung dengan ISIS karena jika tidak, mereka akan dibunuh oleh kelompok radikal itu.

Menurut Abdel Rahman, Irak akan selalu terganggu oleh ketidakstabilan karena banyak sekte yang tinggal di negara ini. Ia mengaku sangat ingin mengatakan itu kepada Perdana Menteri Syiah Haider al-Abadi. "Dia (Abadi) tidak memberikan kami keadilan," kata Abdel Rahman, dilansir laman Reuters.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement