Senin 20 Feb 2017 18:46 WIB

Netanyahu Tolak Inisiatif Damai dengan Palestina Sejak Tahun Lalu

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ani Nursalikah
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.
Foto: EPA/Jim Hollander
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sudah menolak inisiatif perdamaian sejak tahun lalu. Laporan Haaretz pada Ahad (19/2), mengonfirmasi Netanyahu telah berpaling dari upaya perdamaian wilayah dengan Palestina sejak lama.

Februari tahun lalu, Netanyahu ikut hadir dalam pertemuan rahasia yang digelar Menteri Luar Negeri AS John Kerry. Konferensi tertutup ini bertempat di kota pelabuhan Aqaba, Yordania dan melibatkan Raja Yordania Abdullah II dan Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi.

Menurut dua mantan pejabat pemerintahan Barrack Obama, Kerry mengajukan permintaan pengakuan Israel sebagai negara Yahudi. Ini adalah permintaan Netanyahu untuk menyatakan kesediaan turut serta lagi dalam pembicaraan damai dengan Palestina.

Jika demikian, Israel harus menarik diri dari tanah okupasi. Pada akhirnya Netanyahu menolak.

Awalnya Netanyahu berpikir untuk mulai merangkul pemimpin moderat dari oposisi, Isaac Herzog demi inisiatif di atas. Namun rencana tersebut berbalik ketika Netanyahu lebih memilih mendekatkan pemimpin nasionalis, Avigdor Lieberman.

Lieberman kemudian ditunjuk sebagai menteri pertahanan. Pada Ahad, Herzog bercicit di akun Twitter seakan menyayangkan putusan Netanyahu. "Sejarah akan menentukan kekuatan kesempatan dan kehilangannya," kata dia.

Dua mantan penasihat utama Kerry mengonfirmasi laporan Haaretz. Meski menolak menyebut identitas, mereka mengatakan pertemuan tersebut memang terjadi secara rahasia pada 21 Februari 2016.

Menurut mereka, Kerry mencoba mempermanis rencana 'Arab Peace Initiative' yang sudah berusia 15 tahun itu. Inisatif ini adalah rencana yang dipimpin Saudi dan menawarkan perdamaian Israel dengan negara-negara Arab juga Muslim lainnya.

Sebagai imbalan, Israel harus menarik diri dari teritorial yang direbutnya pada perang 1967. Ini akan memerdekakan Palestina. Israel sebenarnya menambahkan poin agar negara-negara Arab mengakui keberadaan mereka sebagai negara Yahudi.

Selain itu mengakui Yerusalem sebagai ibu kota bersama kedua pihak. Juga, melunakkan istilah hak kembali para pengungsi Palestina untuk properti yang hilang di tempat yang saat ini dikuasai Israel.

Menurut sumber, pemimpin Yordania dan Mesir bereaksi positif atas permintaan tersebut, meski Netanyahu tetap tidak ingin menyepakati apa pun dengan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas.

Sumber mengatakan pertemuan tersebut akhirnya tidak cukup untuk mencapai kesepakatan. Para pemimpin Arab tidak mendapat cukup keyakinan untuk menyatakan kesediaan menjalankan proses ini.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement